Kamu memandangi
boneka beruang coklat yang terpajang di etalase toko yang ada di depanmu. Menyentuh kaca etalase berharap jari-jarimu
bisa menyentuh boneka beruang di dalamnya. Menatapnya penuh harap untuk dapat
menukarnya dengan sejumlah uang dan segera membawanya pulang. Kamu terlihat
ragu untuk masuk ke dalam toko. Aku memperhatikanmu cukup lama. Entah mengapa
aku lebih tertarik untuk mengamati gerak-gerikmu. Sesekali kamu terlihat berani
untuk masuk ke dalam, lalu akhirnya membatalkan dengan wajah ragu.
Kamu menyingkir
dari toko itu dan berjalan meninggalkan boneka beruang cantik yang kamu ingini.
Aku masih mengikutimu, menjaga jarak darimu. Lalu kamu duduk di tangga dekat
pintu masuk pusat perbelanjaan ini. Tanganmu merogoh kantung celanamu lalu mengeluarkan
lembaran-lembaran uang. Memandanginya sedih.
Lalu datang
seorang gadis yang usianya lebih muda darimu. Cantik. Buru-buru kamu memasukkan
uangmu ke saku celanamu lagi ketika perempuan itu datang. Dia terlihat manja
padamu dan mengajakmu pergi dari tempat ini. Aku tersenyum kecil melihatmu dan
perempuan itu. Lucu, kalian lucu dan manis. Aku suka kalian.
Esok harinya
kamu kembali ke toko boneka yang sama. Aku melihat kekecewaan di wajahmu ketika
mendapati tempat boneka yang kau ingini telah digantikan oleh boneka yang lain.
Kamu terlihat sedih dan seperti ingin menangis. Lalu kaki kecilmu melangkah
keluar. Tapi kamu tetap tersenyum ketika gadis yang sama menarikmu pergi.
Aku kemudian
pergi ke tempat biasa kita bertemu. Sekolah untuk anak yang kurang mampu. Sudah
setahun ini aku bergabung dengan sekolah ini. Kebanyakan dari mereka yang ikut
sekolah ini adalah anak-anak jalanan yang kurang mampu dari segi financial
untuk sekolah. Aku beruntung bisa bertemu mereka. Selalu ada tawa dari tingkah
lucu mereka dan aku bangga pada mereka yang masih punya semangat untuk maju dan
ingin belajar.
Aku melihatmu
duduk di sudut ruangan dengan wajah tertunduk lesu. Aku tahu kamu sedih karena
boneka itu telah jadi milik orang lain. Seusai pelajaran selesai, aku yang
mendekatimu.
“Hai Den, ga semangat sekali pelajaran kakak hari ini,”
kataku. “Pelajarannya membosankan ya?” tanyaku. Kamu melihatku sebentar dengan
senyum yang aku tahu sengaja kamu paksa untukku sambil menggelengkan kepalamu.
Kamu hanya diam
tanpa melihatku. Aku makin tak tega melihatmu yang biasanya selalu ada dengan
senyum dan tawanya yang lucu. “Ini hadiah buat Denni,” kataku akhirnya sambil
menyodorkan boneka beruang coklat kecil yang diinginkannya.
Wajahnya
berbinar saat melihat boneka impiannya ada di depan mata. “Ini buat Denni?”
tanyanya tak percaya. Aku mengangguk. “Iya ini buat kamu, senyum untukmu yang
lucu.”
Denni memlukku
dan mengucapkan terima kasih berkali-kali. Lalu dia pamit untuk dapat segera
memberikan boneka itu pada adik perempuannya yang bisu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar