Cantik
sekali wajah di seberang sana. Aku tak henti-hentinya menyadarkan diri bahwa
akulah pemilik wajah di seberang itu. Sebenarnya aku sudah benar-benar menunggu
saat ini cukup lama. Saat aku menggunakan kebaya warna putih gading dan kain
batik yang cantik ini. Aku menitikkan sedikit air mata dan buru-buru
menghapusnya takut riasan sahabatku yang seorang perias professional itu rusak
begitu saja. Aku meyakinkan diri bahwa aku bisa melalui hari ini. Ya, aku bisa.
Lalu aku
berjalan menuju ruangan yang sudah disiapkan untuk acara akad dilangsungkan.
Dekorasi yang indah dan cantik. Bunga-bunga lily putih terlihat di beberapa
tempat. Menambah kesan manis dengan dekorasi wana putih dan hijau muda yang
lembut. Persis seperti yang kubayangkan. Aku ingin menjatuhkan lagi air mata
ini rasanya. Sepertinya kelopak mataku sudah tak sanggup untuk tidak
membiarkannya jatuh. Aku menghapusnya dengan selembar tisu di tanganku.
Aku duduk di
tempat yang sudah disiapkan. Aku memanadangi laki-laki yang duduk di depan
penghulu yang akan menikahkannya. Aku menarik sudut bibirku membuat satu
senyuman menyambutnya.Ia pun membalasnya. Ahh, sebentar lagi waktunya tiba.
Pria paruh baya berpeci itu kemudian mengucapkan ijab dan laki-laki di depannya
menjawabnya. “Saya terima nikah dan kawinnya Alisha Syamira Putri binti
Muhammad Akbar dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan uang senilai
sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus rupiah tunai,”
ucapnya dengan suaranya yang tegas dan lancar. Lalu para saksi berkata sah!
Sah! satu kata
sederhana dan singkat itu membuat keteguhan hatiku runtuh bak dibombardir atom.
Menjadikannya hancur merupa debu. Aku rapuh tak ada yang menopang. Aku tak
mampu lagi untuk menahan air mata ini. Kubiarkan saja mereka mengalir. Sah,
artinya kini ikatan suami istri telah resmi disandang. Ya statusnya telah
berubah mulai kini. Aku menangis. “Kamu kenapa?” Tanya Dini sahabatku.
“Terharu,”jawabku singkat.
Sungguh aku
menangis bukan karena terharu menyaksikan serangkaian acara yang khidmat tadi.
Aku menangis karena aku terlalu sakit melihatnya. Semua konsep pernikahan ini
adalah impianku sejak lama. Semua! Termasuk pengantin pria yang disana.
Harusnya aku yang duduk disampingnya, menjadi pengantin wanitanya. Harusnya
namaku yang disebutnya. Kenapa harus aku yang mengalah. Bukankah seorang kakak
yang semestinya mengalah untuk adiknya? Mengapa harus aku?
Ah, nggak sanggup berkata-kata :')
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus