Rabu, 05 Februari 2014

Surat Untuk Saudara (Kembar) Ku

Teruntuk kamu, saudara (kembar) ku.

Masa kecil kita terasa lebih manis dan penuh cerita, membuatku selalu rindu jika dibandingkan dengan masa yang kita jalani saat ini. Aku, kamu, terasa ada jarak membentang diantaranya  meski sesungguhnya kita berpijak tak benar-benar jauh. Paling tidak lima hari dalam satu pekan, sembilan jam dalam sehari, kita berada dalam satu ruangan yang sama dengan jarak kursi tak lebih dari dua meter. Ya tapi seperti yang kubilang tadi, kita terasa jauh, seperti dua orang asing meski sebenarnya ada satu ikatan yang tak bisa diputus begitu saja.

Masih lekat dalam ingatanku bagaimana dulu aku selalu ingin bersamamu hingga ada orang yang nyaris mengira kita adalah sepasang kembar. Kamu adalah orang yang pertama kucari ketika aku sampai di tanah kelahiran kita. Hanya kamu. Lalu kita bersepeda bersama -ah, bukan- , kamu memboncengkan aku yang tubuhnya sedikit lebih gemuk dibanding kamu. Dengan tubuh kecilmu, kamu mengayuh sepeda dengan lincah tanpa mengeluhkan beratnya aku. Kita berkeliling desa, singgah di sawah, mandi bersama, tidur bersama, dan masih banyak hal lain yang kita lakukan bersama. Kita benar-benar seperti anak kembar bukan? Kamu selalu mengulurkan tangannya padaku, menahanku agar tak jatuh, mengalah sesuatu untukku, dan menjagaku. Ketika itu aku pun berandai-andai kau adalah kakak perempuanku. Kamu memang kakakku. Sepupu.

Hingga beberapa tahun lalu kamu tinggal di kota yang sama denganku. Muncul harapan kita bisa bersama seperti sepasang kembar di masa lalu, namun waktu rupanya telah mengubah kita. Entah perubahan macam apa yang terjadi pada kita, aku dan kamu, hingga membentuk kita menjadi dua orang asing yang menyebalkan.
 Jujur, aku rindu. Sangat rindu, pada sepasang kembar beberapa tahun lalu. Rindu pada kamu yang selalu ada di sampingku, memboncengkan aku naik sepeda keliling desa, membiarkan aku memeluk pinggangnya agar tak jatuh. Bukan seperti kita yang kini saling membangun tembok di antara jarak yang semu. Besar pula harapku agar tembok itu runtuh berganti dengan kehangatan seperti dulu. Lalu kamu ikut membaur dalam lingkaran bersama saudara-saudara kita yang lainnya yang punya nama Gengges.

Kurang dari enam puluh hari lagi kau akan dipinang oleh lelaki pilihanmu. Selalu kudoakan yang terbaik untukmu, untuk keluarga kecilmu kelak. Semoga keluargamu selalu dilimpahi cinta, kasih sayang, dan kebahagiaan. Amiin.

Terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, kenyamanan, kehangatan, dan semua kenangan indah.

Selamat berbahagia. Untukmu, saudara (kembar) ku.





Kota Hujan, 05022014


Peluk erat
Desvian Wulan







-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#Hari ke-5

3 komentar: