Merindukanmu itu
seru. Aku bisa jadi apa saja yang tak pernah kubayangkan. Aku bisa jadi pelukis
yang bisa menggambarkan bagaimana rupa wajahmu. Menjadi pujangga yang pandai
merangkai kata-kata indah tentang kita. Atau menjadi penulis yang bisa
menceritakan tentang rinduku hingga menyimpannya dalam satu folder khusus di
laptopku.
Merindukanmu itu
sakit. Menahan perih karena tak kunjung bersua denganmu. Merindukanmu itu
pahit. Terkadang saat bertemu denganmu tak selalu manis seperti yang
kubayangkan. Hingga kadang aku berharap rindu itu tak pernah ada. Aku hanya
ingin rindu itu yang mencariku, merindukanku.
Merindukanmu itu
seperti menikmati secangkir kopi. Pahit tapi tak pernah membuatku menggantinya
dengan yang lain. Kamu seperti candu. Kadang membuatku sakit tapi tak jua
membuatku berhenti merindumu.
Aku melangkahkan
kedua kakiku dengan penuh rasa percaya diri. Rasa bahagia yang melambung tinggi
membuat rasa rinduku padamu makin bergejolak hebat. Hari ini kita akan bertemu
di senja yang cerah,.Persis seperti dugaanku, kamu memilih coffee shop sebagai
tempat dimana aku bisa melebur rinduku. Aku memilih duduk di tempat favoritku,
di sudut ruangan dekat kaca. Aku membuka laptopku, mengetik beberapa baris
tentang kamu. Seakan tak pernah habis kata-kata tentangmu.
Aku begitu asyik
dengan laptopku sampai tak menyadari kehadiranmu. Kamu datang lalu mencium
kening dan mengatakan maaf karena terlambat datang. Lalu kamu bicara, entah
tentang apa. Maaf aku tak memperhatikan ceritamu karena kedua mataku terlalu
terpaut pada kedua matamu. Memandangimu pun terasa sudah mampu melebur rinduku.
Lalu kamu diam
cukup lama. Aku menunggu. Sebuah kotak kecil kamu sodorkan sembari berkata, “Menikahlah
denganku.”
Diam. Aku tak
mampu berkata-kata. Kemana kata-kata yang biasanya mengalir deras tentangmu.
Mereka menghilang dariku. Meninggalkanku dan membiarkan aku mencari-cari sendiri
kepingan kata yang terserak entah dimana. Kamu menunggu jawabannya dengan wajah
was-was. Sementara aku masih terlalu sibuk mempertahankan diriku untuk tetap
sadar. Dan wajahmu yang tampan itu berbinar campur haru lalu menyematkan cincin
cantik itu. Aku menangis tanpa kusadari. Lalu kamu mencium keningnya. Ya, keningnya
bukan keningku.
Merindukanmu itu
sakit. Merindukanmu itu pahit. Tapi merindukanmu itu seru meski kau tak pernah
jadi milikku. Meski kamu tak mengenalku dan merasakan rinduku.
Merindukanmu itu
seru!
(special to Serda Hendri, whereever you are)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar