Duduk berdua
bersama kamu di tepi sawah. Memandang luas hamparan sawah yang hijau.
Membiarkan angin siang membelai kita dengan mesra. Bercerita banyak hal tentang
hari kita atau hanya sekedar berbagi headshet untuk mendengar lagu bersama. Lalu
aku menyandarkan kepalaku di bahumu, nyaman sekali. Sambil sesekali aku
bernyanyi mengikuti lagu, kesukaan kita. Lalu kamu mematikannya. Aku mengangkat
kepalaku dari bahumu yang nyaman itu. Melihatmu tak mau menatapku. Kamu
terlihat bingung.
“Kamu kenapa?”
tanyaku.
Kamu
terlihat berpikir bagaimana caranya berbicara. “Emm..”
“Kamu
kenapa? katakan saja.”
“Sebenarnya
aku..”
Hatiku
berdesir. Rasanya dingin. Aku berusaha menenangkan hatiku. Lalu aku menghela
nafas sejenak. “Aku tahu..”
Kamu
terlihat kaget. Aku bisa melihat itu. “Kamu tahu?”
Aku
mengangguk pelan. “Ya, aku tahu.”
“Sejak
kapan kamu tahu semua itu?”
“Sejak
aku tak menemukan diriku di matamu. Sedari awal kita bertemu.”
“I’m
sorry Van.”
“Aku
ngerti, sangat mengerti. Pergilah, kembali pada seseorang yang membuatku iri
karena tak bisa menggantinya di matamu.”
“Van,
aku bener-bener minta maaf,” ucapmu lirih.
“Pergilah
Al, jangan buat dia menunggu. Aku tak akan memaksamu untuk tinggal, karena aku
tahu hanya ada dia di matamu.”
“Tapi
aku tak ingin pergi darimu.”
“Biar
aku saja yang pergi. Jaga dirimu, emm jaga dia baik-baik juga, yang selalu
dimatamu.”
“Vania..”
Lalu
aku bangun dari dudukku dan beranjak pergi. Kamu menahanku. Aku menengok ke
arahmu sekali lagi. “Biarkan aku pergi, Al” kataku sambil tersenyum.
Pedih
memang. Tapi itulah yang seharusnya kulakukan. Meninggalkanmu dan mengakhiri
jalan yang memang sudah salah sejak kamu terlintas di mataku. Bukan aku dan
hanya ada dia dimatamu.
Goodbye, brown eyesGoodbye for nowGoodbye, sunshineTake care of yourselfI have to go, I have to go, I have to goAnd leave you aloneBut always know, always know, always knowThat I love you so, I love you so, I love you so(Avril Lavigne – Goodbye Lullaby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar