Sabtu, 14 Januari 2012

"Kamu manis," kataku. - #FF3


Penyanyi di atas panggung café itu adalah alasanku datang kesini. Sepertinya dia menyadari kehadiranku. Sesekali dia melihat ke arahku yang duduk di kursi di sudut ruangan. Dia tersenyum, manis sekali. Akupun tersenyum saat mata kami bertemu. Aku masih ingat bagaimana kami bertemu lima tahun lalu di lorong sekolah saat masih berseragam abu-abu. Sejak dia membantuku dari keusilan anak-anak nakal, karena aku masih murid baru pindahan dari luar kota. Kami beteman dan menjadi dekat. Teman. Bahkan status itu belum juga berubah hingga lima tahun kemudian, saat ini.

Aku memang tak pernah punya cukup nyali untuk mengatakan semua rasa yang kupendam untuknya. Pecundang. Aku hanya terlalu takut kehilangan. Kehilangan dia yang begitu berarti di hidupku lima tahun ini. Seseorang yang membuatku begitu menghargai hidup setelah kehilangan seseorang yang sangat penting dalam hidupku, Ibu. Saat aku nyaris putus asa, dia datang memberikanku kekuatan lewat senyumannya yang manis itu, membuat aku kembali.

Dia menghampiriku setelah lagu yang dinyanyikannya berakhir. “Hai,” sapanya sambil duduk di kursi di depanku. “Hai, “balasku. 

Ia hendak bicara padaku saat tiba-tiba ponselnya bordering. Satu detik kemudian dia sedang berbicara dengan orang di seberang telepon sana. Sementara aku? Aku menunggunya. Kupandangi wajahnya cukup lama. Melihat mata coklatnya yang indah. Andai aku bisa mengatakannya.

Begitu selesai dengan teleponnya, ia mengalihkan pandangannya padaku. Dia terdiam sejenak, sepertinya sedang memandangiku sambil tersenyum. Oh damn, dia manis sekali!
 “Kamu manis sekali,” kataku. Ternyata aku bisa mengatakan kata-kata itu! Dia tertawa.

“Kamu terlihat beda hari ini. Cantik,“ kataku lagi. Sepertinya aku sudah mulai bernyali sekarang. Lanjutkan!

“Ini hari spesial buatku, aku punya surprise buat kamu,“ jawabnya. 

“Surprise apa?” tanyaku penasaran. “Aku juga punya surprise buat kamu,“ kataku tak mau kalah. Ya, surprise-ku adalah menyatakan perasaanku. 

Seorang laki-laki datang lalu mengecup keningmu. Di depan mataku! Rasanya nyaliku yang sudah sebesar Himalaya runtuh, hancur seperti debu. 


“AYAH??” kataku dengan suara tercekat.
###

2 komentar: