Minggu, 15 Januari 2012

Aku maunya kamu, titik - #FF4

Aku menghempaskan tubuhku yang kelelahan di atas ranjang di kamar kost yang kecil ini. Pekerjaan di kantor yang menggunung, banyak deadline, dan belum lagi harus dapat bagian omelan si Boss. Ah ya, masih ada lagi, tugas kuliah! Aku memang mengambil kuliah malam setelah bekerja. Kupejamkan mata sejenak. Rasanya badanku mau remuk. Aku lelah. Sangat lelah.

Bolehkah aku menyerah Tuhan? Sudah tak sanggup rasanya. Aku jadi teringat solusi dari temanku. “Sudahlah, ngapain juga siyh kerja keras sampe kayak gitu. Nyiksa batin dan badan kamu aja deh,” katanya dan aku hanya tersenyum, miris. “Mending nikah aja, jadi ibu rumah tangga,” katanya lagi. Aku hanya diam mendengar celotehannya tentang pernikahan dan membujukku untuk segera menyusulnya. “Ahh, dia sih enak bisa bicara seperti itu. Dia beruntung bisa mendapatkan suami yang idaman wanita banget,” batinku.

Aku memang belum berpikir sampai ke bagian itu, PERNIKAHAN. Masih terlalu banyak yang belum kuraih. Pekerjaan, pendidikan, dan impian untuk hidupku. Aku ingin lulus kuliah dengan predikat cum laude dan membuat ayah dan ibu tersenyum bangga pada anak wanita satu-satunya ini. Mendapat pekerjaan yang lebih baik dari tempatku saat ini. Aku ingin menabung sebagian pendapatanku dan menabungnya untuk impian mereka, menunaikan rukun Islam yang kelima. Tunggu ya Ayah Ibu. Tiap kali teringat impian-impian tadi, aku menarik diriku dari sesuatu yang bernama ‘putus asa’ itu. Aku mencoba bangkit dan menyemangati diri untuk tetap kuat. Ya, aku harus kuat dan harus kuat!

Ponselku berdering. Telepon dari Ibu. Aku langsung bersemangat untuk mengangkatnya.
“Asalamualaikum, Vi,” sapa Ibu di seberang sana.
“Waalaikumsalaam Bu,”kataku dengan suara sedikit lemah. Sepertinya Ibu merasakannya.
“Kamu kenapa? Sakit?” Tanya Ibu.
“Cuma kecapean aja kok, istirahat sebentar juga udah baikan, Bu.”
“Kamu udah makan, nak?”
“Belum sempet bu.”
“Makan dulu ya. Nanti Ibu telepon Mas-mu buat ngantar makanan ke kost-an ya.”
Aku diam dan terisak. “Kamu kenapa nak?” Tanya ibu mulai cemas.
“Aku kangen Ibu, kangen banget,” kataku dalam isak. “Aku pengen peluk Ibu, makan sup ayam buatan Ibu yang enak itu, disuapin Ibu.”
“Vina, Ibu juga kangen sama kamu. Kamu harus kuat ya, nak. Insya Allah bulan depan Ibu ke Semarang nengok kamu.”
Tapi aku cuma mau Ibu saat ini. Cuma pengen sama Ibu, titik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar