Kamis, 24 Januari 2013

Tunggu Disitu, Aku Sedang Menujumu




Rindu. Lima huruf itu yang terus memenuhi hatiku hingga sesak sejak tiga bulan lalu. Menunggu bulan keempat tiba hingga aku dapat kembali mencium aromanya, membiarkan dinginnya membelai mesra kulitku, dan tentu saja bisa tidur di pangkuannya. Aku pun tak membuang kesempatan kala kabar baik itu datang padaku. Vinni, sahabatku, mengabarkan kalau bulan April ia akan pergi mengunjunginya. Segera kuambil cuti beberapa hari dari pekerjaanku jauh-jauh hari dan sengaja tak kuberitahu kekasihku tentang rencana kepergianku ini. Aku tahu ia tak akan membiarkanku pergi.

Ponsel hitam dalam saku sweatshirt abu-abuku sudah bernyanyi berkali-kali sejak tadi. Aku menyerah dan akhirnya kutekan tombol answer.

“Kamu dimana?” Tanya laki-laki diseberang sana dengan nada tinggi begitu kudekatkan ponsel hitam itu ke telingaku, bahkan ia tak memberiku bicara terlebih dulu. “Kamu dimana sekarang?” Ia mengulang pertanyaannya ketika aku tak kunjung menjawabnya.
“Terminal Baranangsiang,” jawabku ketus.
“Terminal?” ulangnya. “Mau kemana?”
“Gede,” jawabku singkat.
“Gede?!” serunya. Bisa kupastikan ia panik bukan main mendengar jawabanku barusan.
“Tunggu disitu, aku akan menyusul.”
“Nggak perlu….”
“Pokoknya tunggu disitu, aku sedang menujumu!” perintahnya tegas dengan memberi penekanan pada tiap kata.
“Aku bil….”

Tut… tut… tut…

Aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku ketika ia menutup teleponnya. “Nggak sopan, seenak jidat aja nutup telepon!” rutukku kesal.

“Jendra?” tebak Vinni yang kini sudah duduk disampingku setelah selesai bicara dengan temannya yang sesama pendaki. Aku mengangguk malas.
“Kenapa lagi dia?”
“Dia panik begitu gue bilang lagi di terminal mau ke Gede,” jawabku santai.
Vinni tertawa. “Gila lu! Yaiyalah panik, seminggu lagi mau lamaran malah naik gunung,” ujar Vinni. Aku terkekeh mendengarnya.

Lamaran. Aku tentu tak lupa acara itu. Satu minggu lagi keluarga Jendra akan datang untuk melamarku. Seperti kata Vinni, gila, disaat perempuan lain sibuk bolak-balik salon atau butik menjelang hari lamarannya, aku malah di berada terminal dengan tas berat. Aku sudah terlanjur rindu untuk naik gunung, mendaki hingga ke puncak, lalu bermalam di Mandalawangi yang cantik dengan hamparan bunga abadinya.

Tunggu aku disitu, aku sedang menujumu Gede Pangrango,” ucapku dalam hati, memakai kalimat Jendra yang kuabaikan.

Ponselku berbunyi lagi, pesan singkat dari Jendra. Tunggu disitu! Aku sedang menujumu!

Bersamaan dengan itu, Vinni memberitahuku kalau kami harus segera naik kendaraan yang akan membawa kami ke Cibodas sebelum ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar