Rabu, 16 Januari 2013

Pilih Saja Aku


“Kalau bersamanya terus membuatmu sakit, kenapa tak kamu tinggalkan saja dia?” tanyaku sore itu sambil memandangi secangkir kopi yang masih panas di depanku.
“Kamu tahu kan rasanya mencintai seseorang ?” Ia balas bertanya padaku.
Aku mendongak, melihat matanya yang coklat kesukaanku. “Aku… aku… tahu…,” jawabku pelan.
Aku sangat tahu. Mencintai seseorang yang tak pernah mengerti rasa cintaku padamu, kekasih sahabatku.
“Tapi yang kutahu, cinta itu bukan untuk menyakiti.” Aku seperti bersemangat untuk berbicara. “Meski rasa sakit itu pasti ada, tapi buat apa dipaksakan?”
Ia tersenyum hambar.
“Aku tahu, tapi perasaanku tak mudah berubah begitu tahu ia menduakanku.”
Lagi-lagi aku menghela nafas, mencoba menata emosi. “Well, betapa beruntungnya wanita yang sudah menduakanmu dengan lelaki yang ia anggap lebih baik darimu.”
Mengapa tak kau pilih saja aku?
Hening, hanya suara hujan yang terdengar telingaku. Aroma kopi begitu tajam menusuk hidungku, pun sama dengan tatapan matanya yang begitu menusuk hingga membuat ulu hatiku nyeri.
“Don,” panggilku. Ia hanya mendongak menatapku.
“Pergilah dan cepat sadarkan dia kalau ia memilih lelaki yang salah!”
Alih-alih mendengarkanku, ia menyesap kopinya lalu menghela nafas panjang  dan tertawa. “Entahlah.”
“Why?”
“Ia tak menduakanku dengan lelaki lain!”
Aku mengernyitkan keningku bingung.
“Ia menduakanku dengan perempuan lain,” katanya terdengar lirih.
“Siapa?”
Ia diam lagi, kali ini cukup lama hingga aku harus mengulangi pertanyaanku.
“Siapa Don?”
“Kamu!”
Aku tercekat mendengar jawabannya satu detik lalu dan berharap telingaku salah mendengar. 


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar