weheartit |
Malam ini aku harus bergegas menuju
kontrakan temanku, Al, seperti biasanya. Dari kejauhan aku sudah bisa melihat
tubuhnya yang tinggi langsing sedang berkacak pinggang di depan pintu rumahnya.
Aku tahu ia pasti akan mengomeliku karena sudah datang terlambat. Padahal aku
sudah minta dibangunkan pukul tujuh malam ini oleh anakku, Cantik, tapi hari
ini aku sungguh kelelahan seharian bekerja di pasar.
“Lima belas menit lu terlambat!”
Al langsung mencecarku dengan omelannya begitu aku sampai di depannya dengan
nafas naik turun. Kejam sekali dia, setidaknya beri aku waktu untuk menormalkan
detak jantungku ini. “Anak lu nggak ngebangunin?”
“Sorry, tadi gue kecapekan,” ujarku
membela diri. “Besok-besok, lu aja yang bangunin gue jam tujuh, deh, jangan
salahin Cantik.”
“Alasan aja, udah cepetan sana
ganti baju terus dandan!” katanya dengan nada yang belum turun sama sekali. Aku tak mau berargumen lagi dengannya, segera
kulangkahkan kakiku masuk ke dalam kontrakannya yang hanya sepetak.
Aku mengambil dress pendek warna
merah dan segera mengenakannya di tubuhku, kupoles wajahku dengan make up
tebal, stoking hitam, dan sepatu hak tinggi warna merah. Setelah semua selesai,
aku menghampiri Al yang sudah siap dengan peralatan kami.
Sepuluh menit kemudian disinilah
kami berada, di keramaian ibukota yang masih saja belum lengang. Satu per satu
warung makan kaki lima kami masuki. Mikropon dan tape kecil yang dibawa Al
menjadi senjata andalan kami, lalu ia dengan suaranya yang false menyanyikan
lagu-lagu dangdut masa kini ditambah berbagai goyangan penggugah selera (??!)
Usaha kami memang tak selalu
mulus eperti yang diharapkan. Kadang buka uang yang kami dapatkan, melainkan
banyak pula cibiran dan pandangan jijik datang pada kami. Bahkan yang lebih
parah, kami bisa saja diusir dengan kata-kata kotor sebelum kami masuk untuk
bernyanyi.
Hingga tanpa sadar, jam sudah
menunjukkan hampir tengah malam ketika kami masih berkeliling. Samar-samar
kudengar suara yang nyaring itu.
“Al, sirine…..” teriakku panik
dengan suaraku yang asli.
“LARIIII…….!!!!!” Teriak Al tak
kalah paniknya.
Kami langsung mengambil tindakan
penyelamatan. Segera kulepas sepatu sepuluh senti ku dan mengangkat rokku sedikit
keatas. Aku dan Al langsung berlari sekuat tenaga menghindari kejaran satpol PP
malam itu. Di pikiranku hanya ada anakku, Cantik. Aku harus lolos dari razia dan
jangan sampai Cantik tahu kalau bapaknya juga seorang waria!
"Cantik, bangunkan bapak jam tujuh ya..."
Ia mengedip dengan lucu. Wajahnya terus memenuhi kepalaku agar aku terus berlari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar