Selasa, 22 Januari 2013

Bangunkan Aku Pukul Tujuh


weheartit 

 

Malam ini aku harus bergegas menuju kontrakan temanku, Al, seperti biasanya. Dari kejauhan aku sudah bisa melihat tubuhnya yang tinggi langsing sedang berkacak pinggang di depan pintu rumahnya. Aku tahu ia pasti akan mengomeliku karena sudah datang terlambat. Padahal aku sudah minta dibangunkan pukul tujuh malam ini oleh anakku, Cantik, tapi hari ini aku sungguh kelelahan seharian bekerja di pasar.
“Lima belas menit lu terlambat!” Al langsung mencecarku dengan omelannya begitu aku sampai di depannya dengan nafas naik turun. Kejam sekali dia, setidaknya beri aku waktu untuk menormalkan detak jantungku ini. “Anak lu nggak ngebangunin?”
“Sorry, tadi gue kecapekan,” ujarku membela diri. “Besok-besok, lu aja yang bangunin gue jam tujuh, deh, jangan salahin Cantik.”
“Alasan aja, udah cepetan sana ganti baju terus dandan!” katanya dengan nada yang belum turun sama sekali.  Aku tak mau berargumen lagi dengannya, segera kulangkahkan kakiku masuk ke dalam kontrakannya yang hanya sepetak.
Aku mengambil dress pendek warna merah dan segera mengenakannya di tubuhku, kupoles wajahku dengan make up tebal, stoking hitam, dan sepatu hak tinggi warna merah. Setelah semua selesai, aku menghampiri Al yang sudah siap dengan peralatan kami.
Sepuluh menit kemudian disinilah kami berada, di keramaian ibukota yang masih saja belum lengang. Satu per satu warung makan kaki lima kami masuki. Mikropon dan tape kecil yang dibawa Al menjadi senjata andalan kami, lalu ia dengan suaranya yang false menyanyikan lagu-lagu dangdut masa kini ditambah berbagai goyangan penggugah selera (??!)
Usaha kami memang tak selalu mulus eperti yang diharapkan. Kadang buka uang yang kami dapatkan, melainkan banyak pula cibiran dan pandangan jijik datang pada kami. Bahkan yang lebih parah, kami bisa saja diusir dengan kata-kata kotor sebelum kami masuk untuk bernyanyi.
Hingga tanpa sadar, jam sudah menunjukkan hampir tengah malam ketika kami masih berkeliling. Samar-samar kudengar suara yang nyaring itu. 

“Al, sirine…..” teriakku panik dengan suaraku yang asli.
“LARIIII…….!!!!!” Teriak Al tak kalah paniknya. 

Kami langsung mengambil tindakan penyelamatan. Segera kulepas sepatu sepuluh senti ku dan mengangkat rokku sedikit keatas. Aku dan Al langsung berlari sekuat tenaga menghindari kejaran satpol PP malam itu. Di pikiranku hanya ada anakku, Cantik. Aku harus lolos dari razia dan jangan sampai Cantik tahu kalau bapaknya juga seorang waria!

"Cantik, bangunkan bapak jam tujuh ya..."
Ia mengedip dengan lucu. Wajahnya terus memenuhi kepalaku agar aku terus berlari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar