Minggu, 20 Januari 2013

Menanti Lamaran


“Jadi kapan Jendra akan melamarmu, nduk?” Tanya Bapak ketika kami sekeluarga sedang berkumpul menikmati acara televisi di ruang tengah. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa bersuara.
“Kalau anak itu serius, tentu sudah datang menemui bapak ibu untuk melamarmu,” kata bapak dengan nada yang sangat serius namun tetap tenang. “Buat apa pacaran lama-lama, nduk?”
Ibu yang duduk di sampingku hanya mengelus-elus pundakku. “Mungkin nak Jendra sedang mempersiapkan, Pak,” ujar Ibu mencoba mengurangi ketegangan. “Toh kalau semua sudah siap, dia pasti datang.”
Aku masih saja tak bersuara. Kejadian di kedai kopi enam hari lalu membuatku berpikir lagi tentang hubungan kami. Sejak pertemuan itu, kami memutuskan untuk tidak bertemu untuk beberapa waktu agar kami sama-sama bisa berpikir. Diana, aku bisa melihat dari sorot mata perempuan itu betapa ia juga mencintai Jendra. Meskipun Jendra tetap mengatakan ia hanya mencintaiku, tapi apa ia sanggup menyakiti perempuan itu?
Tetiba ponselku berdering. Sebuah pesan singkat masuk, dari Jendra.
Bisa kau buka emailmu sekarang, El?
Email? Apa lagi yang ingin dibuatnya? Pesan singkatnya membuatku bertanya-tanya sendiri. Aku mohon izin pada bapak ibu untuk kembali ke kamarku.
Segera kunyalakan laptop-ku dan membuka akun email. Sebuah pesan masuk dari Jendra, sebuah video.
Terlihat kamar Jendra yang sangat kukenal mengawali video kirimannya. Lalu seorang perempuan yang terlihat serius dengan sebuah tas dan rasanya aku tahu betul siapa dia. Itu aku!
Pagi itu, lima bulan yang lalu tepatnya, aku membantu Jendra mengemasi keperluannya untuk penerbangannya. Mataku menangkap benda kecil diatas buku-bukunya yang dibiarkannya berantakan di atas meja kamarnya. Kotak beludru kecil berwarna marun. Senyum mengembang di bibirku tanpa kusadari. Aku berani menebak isi dari kotak itu. Tanganku hampir saja meraihnya ketika kudengar Jendra memanggilku.  
Kemudian adegan selanjutnya, terlihat Jendra lengkap dengan seragam pilotnya. Ia tersenyum.
“Elka, aku sengaja buat video ini sebelum aku terbang ke luar negeri hari ini tanggal dua puluh Januari 2013,” ucapnya dalam video itu. Duapuluh? Itu hari ini ‘kan? Berarti ini baru dibuat beberapa jam lalu!
“…kamu penasaran ya sama kotak marun di mejaku?” ujarnya dengan pandangan isengnya. Lalu ia menunjukkan kotak itu ke kamera. “Kamu pasti sudah tahu isinya…”
Ia menunduk memandangi kotak itu sebentar sebelum kembali kearah kamera. “Aku berharap kamu masih tetap mau menungguku, El…”
Menunggu? Apa aku masih kurang menunggu selama ini?
“Tidak lama, El. Aku hanya akan terbang sebentar dan cepat kembali. Aku akan datang menemui orang tuamu untuk melamarmu…”
“Tunggu aku ya, sayang…”

**

Dia menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna marun padaku saat makan siang. Hatiku serasa ingin melompat keluar melihatnya. Aku memandangnya dengan perasaan bahagia.
“Aku akan datang menemui orang tuamu, untuk melamarmu…,” ucapnya dengan yakin. Aku bisa melihat matanya yang penuh cinta mengucapkan itu.
Kutekan tombol stop ketika ia memberi tanda padaku. Hatiku mencelos, kalimatnya barusan tidak ditujukan padaku. Aku menurunkan handycam-nya dan melihat ia begitu lega.
“Tunggu aku ya, sayang…” Kalimat terakhirnya sebelum kutekan tombol stop terngiang di telingaku.
Aku menunggumu, Kapten…

weheartit.com 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar