“Jadi kapan Jendra akan melamarmu,
nduk?” Tanya Bapak ketika kami
sekeluarga sedang berkumpul menikmati acara televisi di ruang tengah. Aku hanya
bisa menggelengkan kepala tanpa bersuara.
“Kalau anak itu serius, tentu
sudah datang menemui bapak ibu untuk melamarmu,” kata bapak dengan nada yang
sangat serius namun tetap tenang. “Buat apa pacaran lama-lama, nduk?”
Ibu yang duduk di sampingku hanya
mengelus-elus pundakku. “Mungkin nak Jendra sedang mempersiapkan, Pak,” ujar
Ibu mencoba mengurangi ketegangan. “Toh kalau semua sudah siap, dia pasti
datang.”
Aku masih saja tak bersuara.
Kejadian di kedai kopi enam hari lalu membuatku berpikir lagi tentang hubungan
kami. Sejak pertemuan itu, kami memutuskan untuk tidak bertemu untuk beberapa
waktu agar kami sama-sama bisa berpikir. Diana, aku bisa melihat dari sorot
mata perempuan itu betapa ia juga mencintai Jendra. Meskipun Jendra tetap
mengatakan ia hanya mencintaiku, tapi apa ia sanggup menyakiti perempuan itu?
Tetiba ponselku berdering. Sebuah
pesan singkat masuk, dari Jendra.
Bisa kau buka emailmu sekarang, El?
Email? Apa lagi yang ingin
dibuatnya? Pesan singkatnya membuatku bertanya-tanya sendiri. Aku mohon izin
pada bapak ibu untuk kembali ke kamarku.
Segera kunyalakan laptop-ku dan
membuka akun email. Sebuah pesan masuk dari Jendra, sebuah video.
Terlihat kamar Jendra yang sangat
kukenal mengawali video kirimannya. Lalu seorang perempuan yang terlihat serius
dengan sebuah tas dan rasanya aku tahu betul siapa dia. Itu aku!
Pagi itu, lima bulan yang lalu
tepatnya, aku membantu Jendra mengemasi keperluannya untuk penerbangannya.
Mataku menangkap benda kecil diatas buku-bukunya yang dibiarkannya berantakan
di atas meja kamarnya. Kotak beludru kecil berwarna marun. Senyum mengembang di
bibirku tanpa kusadari. Aku berani menebak isi dari kotak itu. Tanganku hampir
saja meraihnya ketika kudengar Jendra memanggilku.
Kemudian adegan selanjutnya,
terlihat Jendra lengkap dengan seragam pilotnya. Ia tersenyum.
“Elka, aku sengaja buat video ini
sebelum aku terbang ke luar negeri hari ini tanggal dua puluh Januari 2013,”
ucapnya dalam video itu. Duapuluh? Itu hari ini ‘kan? Berarti ini baru dibuat
beberapa jam lalu!
“…kamu penasaran ya sama kotak
marun di mejaku?” ujarnya dengan pandangan isengnya. Lalu ia menunjukkan kotak
itu ke kamera. “Kamu pasti sudah tahu isinya…”
Ia menunduk memandangi kotak itu
sebentar sebelum kembali kearah kamera. “Aku berharap kamu masih tetap mau
menungguku, El…”
Menunggu? Apa aku masih kurang menunggu selama ini?
“Tidak lama, El. Aku hanya akan terbang sebentar dan cepat kembali.
Aku akan datang menemui orang tuamu untuk melamarmu…”
“Tunggu aku ya, sayang…”
**
Dia menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna marun padaku
saat makan siang. Hatiku serasa ingin melompat keluar melihatnya. Aku
memandangnya dengan perasaan bahagia.
“Aku akan datang menemui orang tuamu, untuk melamarmu…,” ucapnya
dengan yakin. Aku bisa melihat matanya yang penuh cinta mengucapkan itu.
Kutekan tombol stop
ketika ia memberi tanda padaku. Hatiku mencelos, kalimatnya barusan tidak
ditujukan padaku. Aku menurunkan handycam-nya
dan melihat ia begitu lega.
“Tunggu aku ya, sayang…”
Kalimat terakhirnya sebelum kutekan tombol stop
terngiang di telingaku.
Aku menunggumu, Kapten…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar