Dear my writing partner,
Kamu mungkin sedang sibuk dengan tumpukan tugas anak muridmu yang harus dikoreksi, atau sedang sibuk menyiapkan materi yang akan diterangkan esok pagi ketika surat ini sampai di alamatmu. Hanya surat sederhana yang kutitipkan pada tukang pos cinta. Untukmu. Semoga kamu berkenan meluangkan sedikit waktu untuk membacanya.
Aku kadang mengingat-ingat bagaimana kita bisa seperti ini. Saling mendukung dalam dunia tulis-menulis, berbagi informasi lomba, atau sekedar saling menyemangati untuk tidak malas menulis. Bahkan kita hanya memiliki satu kali perjumpaan, itu pun singkat. Mungkin aku seharusnya berterimakasih kepada lelaki itu. Ah, kamu pasti tahu siapa yang kumaksud. Dan melalui dialah aku mengenalmu. Berawal dari komentarmu tentang kata-kata yang (sungguh!) tak ingin kuingat lagi saat ini, lalu berlanjut ke tulisan-tulisan di blog, dan hingga beberapa kali saling memberikan tantangan menulis.
Hingga sebuah proyek menulis yang muncul di linimasa beberapa hari lalu membuatku rindu menulis bersamamu. Kamu tahu, aku langsung mengirim pesan ke akunmu saat itu, dan kamu pun merespon baik ajakanku. Well, kita pun mengirimkan satu karya kita bersama.
Terima kasih sudah membaca, mengomentari, dan memberikan saran-saran untuk tulisan-tulisanku. Semoga kelak kita bisa mengganti draft proyek kita yang dulu gagal dengan draft yang baru, yang lebih matang.
Terakhir, tolong sampaikan terima kasihku padanya.
Kota Hujan, 17022014
Desvian Wulan.
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe17
Senin, 17 Februari 2014
Kamis, 13 Februari 2014
Dear Robocop
Dear Robocop,
di tempat perjuanganmu.
Sebuah kabar dari linimasa membawa ingatanku kembali pada hari kesekian di bulan pertama. Ada sebuah rekaman percakapan antara kita -aku dan kamu- menyelipkan dua tokoh superhero kesukaan masing-masing. Kau dengan robocop-mu dan aku dengan iron man. Entah apa yang salah dengan daya pikirku untuk memahami arah percakapan kita saat itu, tapi kamu bersikukuh tentang aku yang tak memahami robocop versimu. Kau bilang aku tak paham-paham juga meski sudah kau jelaskan. Itu menurutmu. Aku mengalah, namun bukan aku mengiyakan kegagalpahamanku. Bukan. Sekali lagi, bukan.
Dear robocop,
Kau tentu sudah mengetahui kabar di segala media tentang Robocop yang kembali dalam kisah di layar lebar. Sudah tayang beberapa hari lalu. Hei, mungkin kita bisa pergi ke gedung pertunjukan itu bersama, menonton kisah tokoh superhero kesukaanmu. Mungkin nanti kau juga bisa jelaskan dengan lebih baik tentang robocop-mu itu, yang membuatku masih tidak mengerti letak kegagalpahaman ku ketika itu. Bagaimana dengan ajakanku ini? Maukah kamu?
Ah, aku tahu kamu memiliki hal yang lebih prioritas dari sekedar pergi ke gedung bioskop dengan gadis yang suka dengan Tony Stark dan Iron Man-nya. Bahkan jika pun kamu ada waktu, pastilah kamu gunakan untuk mengistirahatkan tubuhmu itu, atau mungkin bertemu dengan kekasihmu. Mungkin. Tapi kuharap, kamu mau mempertimbangkan ajakanku.
Kota Hujan, 13022014
D.W.
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe13
di tempat perjuanganmu.
Sebuah kabar dari linimasa membawa ingatanku kembali pada hari kesekian di bulan pertama. Ada sebuah rekaman percakapan antara kita -aku dan kamu- menyelipkan dua tokoh superhero kesukaan masing-masing. Kau dengan robocop-mu dan aku dengan iron man. Entah apa yang salah dengan daya pikirku untuk memahami arah percakapan kita saat itu, tapi kamu bersikukuh tentang aku yang tak memahami robocop versimu. Kau bilang aku tak paham-paham juga meski sudah kau jelaskan. Itu menurutmu. Aku mengalah, namun bukan aku mengiyakan kegagalpahamanku. Bukan. Sekali lagi, bukan.
Dear robocop,
Kau tentu sudah mengetahui kabar di segala media tentang Robocop yang kembali dalam kisah di layar lebar. Sudah tayang beberapa hari lalu. Hei, mungkin kita bisa pergi ke gedung pertunjukan itu bersama, menonton kisah tokoh superhero kesukaanmu. Mungkin nanti kau juga bisa jelaskan dengan lebih baik tentang robocop-mu itu, yang membuatku masih tidak mengerti letak kegagalpahaman ku ketika itu. Bagaimana dengan ajakanku ini? Maukah kamu?
Ah, aku tahu kamu memiliki hal yang lebih prioritas dari sekedar pergi ke gedung bioskop dengan gadis yang suka dengan Tony Stark dan Iron Man-nya. Bahkan jika pun kamu ada waktu, pastilah kamu gunakan untuk mengistirahatkan tubuhmu itu, atau mungkin bertemu dengan kekasihmu. Mungkin. Tapi kuharap, kamu mau mempertimbangkan ajakanku.
Kota Hujan, 13022014
D.W.
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe13
Senin, 10 Februari 2014
Oatmeal Cookies
Dear Oatmeal cookies,
Awalnya si sepupuku yang lucu itu memborong kemasan biscuit oat untuk program dietnya. Aku tertawa kecil melihatnya. Bukan usaha untuk menurunkan berat badannya itu yang kutertawakan, tapi tingkahnya yang lucu ketika ia bolak-balik menyusuri lorong yang di kanan kirinya berdiri rak-rak tinggi hanya untuk mencari susu rendah lemak sebagai teman biskuit oat-nya. Sementara aku dan sepupu yang lain mengambil makanan ringan yang sama sekali berbeda dengan si sepupu lucu tadi. 😊
Itu sudah lama berlalu, namun ingatanku kembali ketika menemukan beberapa kemasan biscuit di salah satu rak minimarket. Iseng. Ya, aku iseng mengambil dua buah kemasan untuk bekal ngemilku di kantor. Hihihihii...
Ternyata rasanya enak banget! Aku suka kamu. Iya, beneran. Tapi jangan sangka aku juga dalam program diet ya. Tidak. Aku tidak diet. Aku masih mengkonsumsi kafein hampir setiap harinya, coklat, keju, dan entah yang lainnya.
Jadi, aku suka kamu. Tanpa harus ada pertanyaan kenapa.
Kota Hujan, 10022014
Yang menyukaimu
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-10
Awalnya si sepupuku yang lucu itu memborong kemasan biscuit oat untuk program dietnya. Aku tertawa kecil melihatnya. Bukan usaha untuk menurunkan berat badannya itu yang kutertawakan, tapi tingkahnya yang lucu ketika ia bolak-balik menyusuri lorong yang di kanan kirinya berdiri rak-rak tinggi hanya untuk mencari susu rendah lemak sebagai teman biskuit oat-nya. Sementara aku dan sepupu yang lain mengambil makanan ringan yang sama sekali berbeda dengan si sepupu lucu tadi. 😊
Itu sudah lama berlalu, namun ingatanku kembali ketika menemukan beberapa kemasan biscuit di salah satu rak minimarket. Iseng. Ya, aku iseng mengambil dua buah kemasan untuk bekal ngemilku di kantor. Hihihihii...
Ternyata rasanya enak banget! Aku suka kamu. Iya, beneran. Tapi jangan sangka aku juga dalam program diet ya. Tidak. Aku tidak diet. Aku masih mengkonsumsi kafein hampir setiap harinya, coklat, keju, dan entah yang lainnya.
Jadi, aku suka kamu. Tanpa harus ada pertanyaan kenapa.
Kota Hujan, 10022014
Yang menyukaimu
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-10
Minggu, 09 Februari 2014
Selamat Ulang Tahun untukmu
Di hari kesembilan di bulan kedua ini, kutujukan surat ini untukmu. Ya, untuk kamu yang meja kerjanya tepat di belakang meja kerjaku. Bukan kalimat-kalimat puitis nan indah yang akan kutulis di surat ini, aku hanya punya beberapa baris kalimat sederhana saja. Tentang harapan dan doa untukmu.
Sebelumnya, terima kasih sudah menjadi seorang teman untukku. Terima kasih sudah mau mendengarkan keluh kesahku, entah tentang pekerjaan ataupun perkuliahan. Meski kita tak dalam artian teman yang sangat dekat, namun kita tetap teman yang bisa saling menguatkan meski hanya berbagi saran yang sederhana.
Di hari kesembilan ini, bertambah satu angka di usiamu. Aku mengharapkan segala sesuatu yang terbaik untukmu. Semoga kamu menjadi seorang manusia yang lebih baik lagi dari waktu sebelumnya, dalam segala hal. Aku juga mendoakan agar pendidikanmu dilancarkan dalam tiap langkahnya, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik seperti keinginanmu, dan jalanmu semakin didekatkan oleh Allah untuk bertemu dengan lelaki yang kelak akan meminangmu. Oh ya, kuharap kamu juga bisa mengurangi sedikit rasa takutmu jika menyinggung hal yang berkaitan dengan 'dunia lain'. :)
Ah kawan, terlalu banyak doa dan harap yang ingin kusampaikan di harimu ini. Meski tak terjabar dalam surat ini, ku yakin kamu mengaminkan setiap doa yang terucap. Untukmu.
Selamat ulang tahun, kamu, yang meja kerjanya tepat di belakangku.
Kota Hujan, 09022014
Kecup,
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-9
Sebelumnya, terima kasih sudah menjadi seorang teman untukku. Terima kasih sudah mau mendengarkan keluh kesahku, entah tentang pekerjaan ataupun perkuliahan. Meski kita tak dalam artian teman yang sangat dekat, namun kita tetap teman yang bisa saling menguatkan meski hanya berbagi saran yang sederhana.
Di hari kesembilan ini, bertambah satu angka di usiamu. Aku mengharapkan segala sesuatu yang terbaik untukmu. Semoga kamu menjadi seorang manusia yang lebih baik lagi dari waktu sebelumnya, dalam segala hal. Aku juga mendoakan agar pendidikanmu dilancarkan dalam tiap langkahnya, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik seperti keinginanmu, dan jalanmu semakin didekatkan oleh Allah untuk bertemu dengan lelaki yang kelak akan meminangmu. Oh ya, kuharap kamu juga bisa mengurangi sedikit rasa takutmu jika menyinggung hal yang berkaitan dengan 'dunia lain'. :)
Ah kawan, terlalu banyak doa dan harap yang ingin kusampaikan di harimu ini. Meski tak terjabar dalam surat ini, ku yakin kamu mengaminkan setiap doa yang terucap. Untukmu.
Selamat ulang tahun, kamu, yang meja kerjanya tepat di belakangku.
Kota Hujan, 09022014
Kecup,
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-9
Sabtu, 08 Februari 2014
Untuk Perempuan Penyuka Mawar dan Es Krim
Teruntuk si penyuka mawar dan es krim,
Hai...
Aku yakin kamu baru saja menarik kedua sudut bibirmu ke atas begitu mendapati mention yang kukirim padamu. Lalu sebuah alamat yang kusisipkan di dalamnya akan membawamu ke sebuah laman yang adalah rumahku, tempat dimana kisah-kisahku tinggal. Mungkin kamu pernah mengunjunginya sesekali, menikmati satu diantaranya. Kini aku menyuguhkan satu untukmu. Kuharap kamu menikmatinya.
Aku memberi judul di atas surat ini, 'Untuk Perempuan Penyuka Mawar dan Es Krim'. Kamu senang bukan dengan judulnya? Ya, kamulah perempuan itu, yang pernah memintaku mengirimkan banyak gambar bunga cantik itu untukmu. Bagaimana kabar mawarmu? Adakah ia sudah tinggal dan tumbuh subur dalam pot besar di teras rumahmu, atau masih kau titipkan pada para penjaja tanaman yang selalu membuat kamu ingin mampir dan memboyong salah satunya untuk dibawa pulang?
Kau tahu, mawarku yang ketika itu kukabarkan kering tak berdaun itu kini sudah kembali hijau dan daun-daun kemerahan bak bayi baru lahir pun mulai tumbuh di beberapa pucuknya. Aku mungkin bukan perawat yang baik untuk mereka, yang telaten merawat mereka hingga tak perlu menjatuhkan dedaunannya lebih cepat dan meninggalkan batangnya. Kuharap, kelak kau juga akan merawat milikmu, mawar yang kau gila-gilai.
Sama halnya dengan es krim. Hei, kapan kita bisa menikmati es krim bersama? Wacana tinggal wacana saja. Sepertinya sedikit sulit menemukan celah di antara jadwal kita yang saling bertabrakan. Kapan-kapan kita harus meluangkan satu waktu ya. Kita bisa ngobrol banyak hal sambil menikmati banana split, red velvet, blueberry ice cream, atau yang lainnya. Atau kita bisa mencicipi satu-satu yang tertera dalam lembar menunya. 😃
Sekian dulu surat dariku. Semoga kita bisa bertemu dan menikmati es krim sambil membincangkan mawar bersama kawan-kawan kita lainnya.
Kota Hujan, 08022014
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-8
Hai...
Aku yakin kamu baru saja menarik kedua sudut bibirmu ke atas begitu mendapati mention yang kukirim padamu. Lalu sebuah alamat yang kusisipkan di dalamnya akan membawamu ke sebuah laman yang adalah rumahku, tempat dimana kisah-kisahku tinggal. Mungkin kamu pernah mengunjunginya sesekali, menikmati satu diantaranya. Kini aku menyuguhkan satu untukmu. Kuharap kamu menikmatinya.
Aku memberi judul di atas surat ini, 'Untuk Perempuan Penyuka Mawar dan Es Krim'. Kamu senang bukan dengan judulnya? Ya, kamulah perempuan itu, yang pernah memintaku mengirimkan banyak gambar bunga cantik itu untukmu. Bagaimana kabar mawarmu? Adakah ia sudah tinggal dan tumbuh subur dalam pot besar di teras rumahmu, atau masih kau titipkan pada para penjaja tanaman yang selalu membuat kamu ingin mampir dan memboyong salah satunya untuk dibawa pulang?
Kau tahu, mawarku yang ketika itu kukabarkan kering tak berdaun itu kini sudah kembali hijau dan daun-daun kemerahan bak bayi baru lahir pun mulai tumbuh di beberapa pucuknya. Aku mungkin bukan perawat yang baik untuk mereka, yang telaten merawat mereka hingga tak perlu menjatuhkan dedaunannya lebih cepat dan meninggalkan batangnya. Kuharap, kelak kau juga akan merawat milikmu, mawar yang kau gila-gilai.
Sama halnya dengan es krim. Hei, kapan kita bisa menikmati es krim bersama? Wacana tinggal wacana saja. Sepertinya sedikit sulit menemukan celah di antara jadwal kita yang saling bertabrakan. Kapan-kapan kita harus meluangkan satu waktu ya. Kita bisa ngobrol banyak hal sambil menikmati banana split, red velvet, blueberry ice cream, atau yang lainnya. Atau kita bisa mencicipi satu-satu yang tertera dalam lembar menunya. 😃
Sekian dulu surat dariku. Semoga kita bisa bertemu dan menikmati es krim sambil membincangkan mawar bersama kawan-kawan kita lainnya.
Kota Hujan, 08022014
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-8
Jumat, 07 Februari 2014
Teruntuk pump shoes warna abu
Teruntuk pump shoes warna abu,
Aroma sepatu baru menusuk indra penciumanku kala berpasang-pasang kaki melangkah masuk ke dalam rumahmu. Melihat pasang demi pasang sepatu dengan berbagai desain yang cantik, aku melihatmu di antaranya. Berkilau. Seperti menemukan sebongkah permata di barisan rak-rak yang penuh itu. Aku hendak memboyongmu pulang untuk menemaniku ke upacara kelulusanku yang entah beberapa bulan lagi. Hanya saja bukan saat itu. Nanti. Mungkin beberapa bulan lagi. Hingga saat itu tiba, mohon bersabar menunggu aku.
Kota hujan, 070222014
Yang jatuh cinta padamu,
Desvian wulan
Disertakan dalam #30harimenulissuratcinta
#harike-7
Aroma sepatu baru menusuk indra penciumanku kala berpasang-pasang kaki melangkah masuk ke dalam rumahmu. Melihat pasang demi pasang sepatu dengan berbagai desain yang cantik, aku melihatmu di antaranya. Berkilau. Seperti menemukan sebongkah permata di barisan rak-rak yang penuh itu. Aku hendak memboyongmu pulang untuk menemaniku ke upacara kelulusanku yang entah beberapa bulan lagi. Hanya saja bukan saat itu. Nanti. Mungkin beberapa bulan lagi. Hingga saat itu tiba, mohon bersabar menunggu aku.
Kota hujan, 070222014
Yang jatuh cinta padamu,
Desvian wulan
Disertakan dalam #30harimenulissuratcinta
#harike-7
Kamis, 06 Februari 2014
Surat cinta untuk para kurcaci
Teruntuk yang tersayang, para kurcaci
@devidwidy31, Tari, Anita, & Dhety.
Masa lalu memang tak pernah habis untuk dikenang. Pun deretan waktu yang pernah sama-sama kita lalui, banyak kisah tertinggal di sana. Aku mencoba mengurai kisah kita, sekedar tuk menghapus sedikit rindu akan pertemuan yang sulit kita temui.
Kalian tentu ingat dengan baik bagaimana tiga tahun dengan seragam abu-abu kita lalui hanya sekedar sebagai teman sekelas biasa. Kelas kita mengelompokkan diri menjadi beberapa bagian, dan kita masing-masing tak dalam satu yang sama. Melepaskan status pelajar dan mencari lembaran rupiah di sebuah perusahaan dengan seragam biru, kita lakukan bersama. Tanpa sadar, satu lingkungan membuat kita menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Mungkin karena kita sama-sama satu almamater, begitu pikirku ketika itu. Kenyataannya, kita menjadi sangat dekat jika aku bisa menyebutnya sahabat. Lalu kita dipertemukan dengan seorang baru di sana, Dhety. Dari sekian banyak manusia, Tuhan memilih kita untuk saling mengenal dan mendekatkan kita.
Kita berlima menjalin sebuah hubungan pertemanan yang kita rajut dengan banyak kisah. Bersama. Tentu saja tak melulu bahagia. Ada kalanya kita saling menjauh, menjatuhkan air mata, mencipta luka, hingga membentang jarak, namun akhirnya kita kembali lagi dalam lingkaran. Aku hampir saja melupakan bagian dimana kita punya nama panggilan. Dimulai dari aku, kalian biasa memanggilku dengan Mbak Dedel, kesannya terlalu tua dengan dipanggil 'mbak' padahal diantara kita, akulah yang paling muda. Lalu Devi yang punya tinggi badan yang membuatku iri itu dipanggil Bantet, kebalikannya (memang). Tari yang senyumnya manis dengan lesung pipinya dipanggil Bogel. Anita dengan panggilan Oneng memang sering membuat 'gemas'. Terakhir Dhety yang sebenarnya paling tua di antara kita ini sering dipanggil Detol. Hingga saat ini pun, masing-masing dari kita masih memanggil dengan nama-nama itu. :)
Sebuah gerai makanan cepat saji menjadi tempat favorit kita untuk bertemu, bahkan kemarin acara ulang tahun anaknya Bogel pun dirayakan di sana. Semoga masih banyak waktu yang bisa kita habiskan bersama di sana. Meski kita tak lagi bersama di satu tempat yang pernah menyatukan kita, sesekali kita masih mengatur waktu untuk bertemu sekedar melepas rindu. Kita masih bertukar sapa meski hanya melalui pesan singkat. Membuatku bersyukur telah diperkenalkan dengan kalian, para kurcaci.
Mungkin ini bukan surat cinta seperti yang kalian bayangkan, tapi aku membuatnya penuh cinta. Hehehe.. Terima kasih untuk kenangan yang tercipta. Semoga hubungan kita masih terus terjalin dengan baik meski kita terpisah jarak. Selalu kupanjatkan yang terbaik untuk kalian semua dalam tiap doa, berharap kita semua sukses, bahagia, selalu dilimpahi cinta, dan mendapatkan pasangan hidup yang terbaik. Amiin.
Kota Hujan, 06022014
Peluk Cium
Dedell
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-6
@devidwidy31, Tari, Anita, & Dhety.
Masa lalu memang tak pernah habis untuk dikenang. Pun deretan waktu yang pernah sama-sama kita lalui, banyak kisah tertinggal di sana. Aku mencoba mengurai kisah kita, sekedar tuk menghapus sedikit rindu akan pertemuan yang sulit kita temui.
Kalian tentu ingat dengan baik bagaimana tiga tahun dengan seragam abu-abu kita lalui hanya sekedar sebagai teman sekelas biasa. Kelas kita mengelompokkan diri menjadi beberapa bagian, dan kita masing-masing tak dalam satu yang sama. Melepaskan status pelajar dan mencari lembaran rupiah di sebuah perusahaan dengan seragam biru, kita lakukan bersama. Tanpa sadar, satu lingkungan membuat kita menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Mungkin karena kita sama-sama satu almamater, begitu pikirku ketika itu. Kenyataannya, kita menjadi sangat dekat jika aku bisa menyebutnya sahabat. Lalu kita dipertemukan dengan seorang baru di sana, Dhety. Dari sekian banyak manusia, Tuhan memilih kita untuk saling mengenal dan mendekatkan kita.
Kita berlima menjalin sebuah hubungan pertemanan yang kita rajut dengan banyak kisah. Bersama. Tentu saja tak melulu bahagia. Ada kalanya kita saling menjauh, menjatuhkan air mata, mencipta luka, hingga membentang jarak, namun akhirnya kita kembali lagi dalam lingkaran. Aku hampir saja melupakan bagian dimana kita punya nama panggilan. Dimulai dari aku, kalian biasa memanggilku dengan Mbak Dedel, kesannya terlalu tua dengan dipanggil 'mbak' padahal diantara kita, akulah yang paling muda. Lalu Devi yang punya tinggi badan yang membuatku iri itu dipanggil Bantet, kebalikannya (memang). Tari yang senyumnya manis dengan lesung pipinya dipanggil Bogel. Anita dengan panggilan Oneng memang sering membuat 'gemas'. Terakhir Dhety yang sebenarnya paling tua di antara kita ini sering dipanggil Detol. Hingga saat ini pun, masing-masing dari kita masih memanggil dengan nama-nama itu. :)
Sebuah gerai makanan cepat saji menjadi tempat favorit kita untuk bertemu, bahkan kemarin acara ulang tahun anaknya Bogel pun dirayakan di sana. Semoga masih banyak waktu yang bisa kita habiskan bersama di sana. Meski kita tak lagi bersama di satu tempat yang pernah menyatukan kita, sesekali kita masih mengatur waktu untuk bertemu sekedar melepas rindu. Kita masih bertukar sapa meski hanya melalui pesan singkat. Membuatku bersyukur telah diperkenalkan dengan kalian, para kurcaci.
Mungkin ini bukan surat cinta seperti yang kalian bayangkan, tapi aku membuatnya penuh cinta. Hehehe.. Terima kasih untuk kenangan yang tercipta. Semoga hubungan kita masih terus terjalin dengan baik meski kita terpisah jarak. Selalu kupanjatkan yang terbaik untuk kalian semua dalam tiap doa, berharap kita semua sukses, bahagia, selalu dilimpahi cinta, dan mendapatkan pasangan hidup yang terbaik. Amiin.
Kota Hujan, 06022014
Peluk Cium
Dedell
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#HariKe-6
Rabu, 05 Februari 2014
Surat Untuk Saudara (Kembar) Ku
Teruntuk kamu, saudara (kembar) ku.
Masa kecil kita terasa lebih manis dan penuh cerita, membuatku selalu rindu jika dibandingkan dengan masa yang kita jalani saat ini. Aku, kamu, terasa ada jarak membentang diantaranya meski sesungguhnya kita berpijak tak benar-benar jauh. Paling tidak lima hari dalam satu pekan, sembilan jam dalam sehari, kita berada dalam satu ruangan yang sama dengan jarak kursi tak lebih dari dua meter. Ya tapi seperti yang kubilang tadi, kita terasa jauh, seperti dua orang asing meski sebenarnya ada satu ikatan yang tak bisa diputus begitu saja.
Masih lekat dalam ingatanku bagaimana dulu aku selalu ingin bersamamu hingga ada orang yang nyaris mengira kita adalah sepasang kembar. Kamu adalah orang yang pertama kucari ketika aku sampai di tanah kelahiran kita. Hanya kamu. Lalu kita bersepeda bersama -ah, bukan- , kamu memboncengkan aku yang tubuhnya sedikit lebih gemuk dibanding kamu. Dengan tubuh kecilmu, kamu mengayuh sepeda dengan lincah tanpa mengeluhkan beratnya aku. Kita berkeliling desa, singgah di sawah, mandi bersama, tidur bersama, dan masih banyak hal lain yang kita lakukan bersama. Kita benar-benar seperti anak kembar bukan? Kamu selalu mengulurkan tangannya padaku, menahanku agar tak jatuh, mengalah sesuatu untukku, dan menjagaku. Ketika itu aku pun berandai-andai kau adalah kakak perempuanku. Kamu memang kakakku. Sepupu.
Hingga beberapa tahun lalu kamu tinggal di kota yang sama denganku. Muncul harapan kita bisa bersama seperti sepasang kembar di masa lalu, namun waktu rupanya telah mengubah kita. Entah perubahan macam apa yang terjadi pada kita, aku dan kamu, hingga membentuk kita menjadi dua orang asing yang menyebalkan.
Jujur, aku rindu. Sangat rindu, pada sepasang kembar beberapa tahun lalu. Rindu pada kamu yang selalu ada di sampingku, memboncengkan aku naik sepeda keliling desa, membiarkan aku memeluk pinggangnya agar tak jatuh. Bukan seperti kita yang kini saling membangun tembok di antara jarak yang semu. Besar pula harapku agar tembok itu runtuh berganti dengan kehangatan seperti dulu. Lalu kamu ikut membaur dalam lingkaran bersama saudara-saudara kita yang lainnya yang punya nama Gengges.
Kurang dari enam puluh hari lagi kau akan dipinang oleh lelaki pilihanmu. Selalu kudoakan yang terbaik untukmu, untuk keluarga kecilmu kelak. Semoga keluargamu selalu dilimpahi cinta, kasih sayang, dan kebahagiaan. Amiin.
Terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, kenyamanan, kehangatan, dan semua kenangan indah.
Selamat berbahagia. Untukmu, saudara (kembar) ku.
Kota Hujan, 05022014
Peluk erat
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#Hari ke-5
Masa kecil kita terasa lebih manis dan penuh cerita, membuatku selalu rindu jika dibandingkan dengan masa yang kita jalani saat ini. Aku, kamu, terasa ada jarak membentang diantaranya meski sesungguhnya kita berpijak tak benar-benar jauh. Paling tidak lima hari dalam satu pekan, sembilan jam dalam sehari, kita berada dalam satu ruangan yang sama dengan jarak kursi tak lebih dari dua meter. Ya tapi seperti yang kubilang tadi, kita terasa jauh, seperti dua orang asing meski sebenarnya ada satu ikatan yang tak bisa diputus begitu saja.
Masih lekat dalam ingatanku bagaimana dulu aku selalu ingin bersamamu hingga ada orang yang nyaris mengira kita adalah sepasang kembar. Kamu adalah orang yang pertama kucari ketika aku sampai di tanah kelahiran kita. Hanya kamu. Lalu kita bersepeda bersama -ah, bukan- , kamu memboncengkan aku yang tubuhnya sedikit lebih gemuk dibanding kamu. Dengan tubuh kecilmu, kamu mengayuh sepeda dengan lincah tanpa mengeluhkan beratnya aku. Kita berkeliling desa, singgah di sawah, mandi bersama, tidur bersama, dan masih banyak hal lain yang kita lakukan bersama. Kita benar-benar seperti anak kembar bukan? Kamu selalu mengulurkan tangannya padaku, menahanku agar tak jatuh, mengalah sesuatu untukku, dan menjagaku. Ketika itu aku pun berandai-andai kau adalah kakak perempuanku. Kamu memang kakakku. Sepupu.
Hingga beberapa tahun lalu kamu tinggal di kota yang sama denganku. Muncul harapan kita bisa bersama seperti sepasang kembar di masa lalu, namun waktu rupanya telah mengubah kita. Entah perubahan macam apa yang terjadi pada kita, aku dan kamu, hingga membentuk kita menjadi dua orang asing yang menyebalkan.
Jujur, aku rindu. Sangat rindu, pada sepasang kembar beberapa tahun lalu. Rindu pada kamu yang selalu ada di sampingku, memboncengkan aku naik sepeda keliling desa, membiarkan aku memeluk pinggangnya agar tak jatuh. Bukan seperti kita yang kini saling membangun tembok di antara jarak yang semu. Besar pula harapku agar tembok itu runtuh berganti dengan kehangatan seperti dulu. Lalu kamu ikut membaur dalam lingkaran bersama saudara-saudara kita yang lainnya yang punya nama Gengges.
Kurang dari enam puluh hari lagi kau akan dipinang oleh lelaki pilihanmu. Selalu kudoakan yang terbaik untukmu, untuk keluarga kecilmu kelak. Semoga keluargamu selalu dilimpahi cinta, kasih sayang, dan kebahagiaan. Amiin.
Terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, kenyamanan, kehangatan, dan semua kenangan indah.
Selamat berbahagia. Untukmu, saudara (kembar) ku.
Kota Hujan, 05022014
Peluk erat
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#Hari ke-5
Senin, 03 Februari 2014
Satellite
Dear my satellite.
Aku masih saja menghitung waktu. Sesekali. Ketika rindu.
Hari ini, di hari ke tujuh puluh delapan sejak seseorang membawamu dariku. Terkadang rasa sesal menggelayut dalam hati, membuatku berandai-andai kembali ke masa itu. Andai aku menjagamu dengan lebih baik lagi, andai aku tak terpejam di sampingmu malam itu, atau mungkin andai aku terus terjaga bersamamu dan tak membiarkan sedikitpun celah baginya untuk merebutmu dariku. Hanya saja itu semua tak mungkin karena waktu memang tak pernah bisa kembali. Tak akan pernah.
Aku menitipkan begitu banyak hal padamu. Nyaris semuanya kusimpan rapi dalam tiap foldermu, mengelompokkannya dalam lpip beberapa bagian agar kelak memudahkanku mencarinya. Lalu kita punya kebiasaan bersama menjelang weekend, mengunduh film-film untuk kutonton saat libur. Ah, aku rindu kamu, satelitku. Seharusnya kita sudah menyelesaikan bab 2 makalah seminar atau memulai beberapa bab awal calon novelku.
Sudahlah, aku hanya mengungkapkan rinduku saja karena aku tau kamu tak mungkin kembali, laptopku. Semoga kamu dirawat baik oleh si pencuri dan ia dibukakan pintu hatinya agar tak mencuri lagi. Amiin.
Kota Hujan, 03022014
Salam rindu,
Desvian Wulan
Aku masih saja menghitung waktu. Sesekali. Ketika rindu.
Hari ini, di hari ke tujuh puluh delapan sejak seseorang membawamu dariku. Terkadang rasa sesal menggelayut dalam hati, membuatku berandai-andai kembali ke masa itu. Andai aku menjagamu dengan lebih baik lagi, andai aku tak terpejam di sampingmu malam itu, atau mungkin andai aku terus terjaga bersamamu dan tak membiarkan sedikitpun celah baginya untuk merebutmu dariku. Hanya saja itu semua tak mungkin karena waktu memang tak pernah bisa kembali. Tak akan pernah.
Aku menitipkan begitu banyak hal padamu. Nyaris semuanya kusimpan rapi dalam tiap foldermu, mengelompokkannya dalam lpip beberapa bagian agar kelak memudahkanku mencarinya. Lalu kita punya kebiasaan bersama menjelang weekend, mengunduh film-film untuk kutonton saat libur. Ah, aku rindu kamu, satelitku. Seharusnya kita sudah menyelesaikan bab 2 makalah seminar atau memulai beberapa bab awal calon novelku.
Sudahlah, aku hanya mengungkapkan rinduku saja karena aku tau kamu tak mungkin kembali, laptopku. Semoga kamu dirawat baik oleh si pencuri dan ia dibukakan pintu hatinya agar tak mencuri lagi. Amiin.
Kota Hujan, 03022014
Salam rindu,
Desvian Wulan
Minggu, 02 Februari 2014
Mr. Chococip
Teruntuk kamu, yang dulu membuatnya jatuh cinta.
Hari ini adalah hari kedua, bulan kedua, tahun keempat sejak pertemuan pertama. Surat ini kutujukan untukmu, yang namanya dulu pernah masuk dalam kisah seorang gadis yang pemalu.
Tahun keempat. Ia yang ingatannya terkadang payah pun masih mampu mengingat deretan waktu yang mungkin tak pernah kau ingat. Sebaris senyum yang kamu beri pada gadis kecil empat tahun lalu, bayangnya masih saja tergambar dalam tiap gores aksaranya. Ia tak ingin membiarkanmu lenyap seiring waktu yang terus saja berlalu tak mau tahu. Seperti kamu yang mungkin saja tak pernah mengingat siapa namanya.
Dulu, ia hanya gadis kecil yang malu-malu tiap sepasang matanya menangkap dirimu, entah matamu atau hanya sekedar senyummu. Ah, aku lupa tentang senyummu. Katanya, senyummu itu manis dan mampu melelehkan hatinya hingga ia menyebutmu dengan julukan Mr.Chocochip (hanya beberapa orang saja yang tahu julukan itu, tidak termasuk kamu). Bertemu denganmu -yang gagah dalam seragam lorengnya- membuat dunianya menjadi merah jambu, penuh bunga dan balon warna-warni (katanya!). Tahukah kamu, belum pernah ada yang membuatnya itu selain kamu. Jadi baginya, kamu adalah lelaki pertama yang membuatnya jatuh cinta sehebat itu bahkan belum ada yang membuatnya seperti itu lagi hingga surat ini dibuat.
Teruntuk kamu, Mr. Chococip yang kini telah berbahagia.
Impiannya untuk duduk di sampingmu, setia menunggu kepulanganmu, dan menemani tiap langkah perjuanganmu mungkin sudah sirna. Tak lagi ada celah untuk harapan itu. Sedikitpun.
Selembar surat yang tercetak namamu sampai di rumahnya beberapa bulan lalu. Undangan pernikahanmu dengan perempuan yang akan selalu menemani perjuanganmu. Perempuan hebat. Tentu saja. Karena aku tahu, menjadi pendamping abdi negara memang tak mudah. dan aku yakin perempuan yang kau pilih adalah wanita yang kuat.
Menunggu hampir dua tahun, menolak lelaki lain, hingga mengabadikanmu dalam tulisannya, menunjukkan betapa kamu begitu berarti untuknya. Gadis kecil itu patah hati -tentu saja- namun aku tahu ia juga dewasa, menyiapkan diri jika kabar itu sampai kepadanya. Kini ia adalah gadis yang dewasa. Ia tahu jika bukan kamu yang namanya dituliskan Allah untuknya. Ia belajar untuk beranjak dari bagian yang penuh kamu, melangkahkan kakinya dengan lembaran baru, menggores pena yang tak lagi tentang kamu. Ia belajar. Perlahan.
Teruntuk kamu, Mr.Chocochip, yang senyumnya (dulu) melelehkan hatinya.
Kusampaikan salam dari gadis kecil pemalu empat tahun lalu. Semoga Allah senantiasa menguatkan langkahmu dalam menjaga negara, menjaga perempuanmu.
Semoga selalu berbahagia, Mr. Chocochip.
Kota hujan, 02022014
Aku dan gadis kecil empat tahun lalu.
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta
#Hari ke-2
Sabtu, 01 Februari 2014
Dear Gengges
Kepada yang tersayang, Gengges.
( @Raina_damas85 @tikakyusumawati @dwistidmstria @WandaMaher , dll)
Duabelas Januari lalu, di satu sudut keriuhan pesta pernikahan ketika rinai hujan menahan kalian tinggal sedikit lama di sana. Setidaknya kehadiran kalian bisa membunuh rasa bosannya aku yang bisa saja duduk di balik meja tamu sambil memamerkan senyum manis sampai sore ketika tamu undangan datang.
Aku, kalian, membentuk lingkaran kecil di belakang meja tamu. Tanpa rencana. Ya, terbentuk begitu saja bukan? Kursi-kursi itu pun bertambah seiring derai tawa yang sama derasnya dengan rinai hujan yang begitu ingin memeluk kita seharian.
Dan ketika anak-anak gadis berkumpul, keseruan pun menyeruak hingga nyaris menyamai kerasnya suara penyanyi dangdut di dalam gedung. Hahaha, berlebihan. Tapi memang begitu adanya bukan? Anak-anak perempuan keluarga Karsoredjo memang paling gengges di pesta itu. Tanpa malu-malu, berjejer di depan stand makanan lalu berfoto dengan banyak pose. Lalu ramai-ramai naik ke pelaminan, berfoto dengan sang empunya pesta.
Banyak cerita yang keluar dari bibir kita. Entah tentang nostalgia, rencana dan impian tentang masa depan, atau sekedar menentukan siapa yang selanjutnya duduk di pelaminan. :D Keseruan kita rupanya menarik perhatian juru rekam pesta (mungkin), hingga ia mengulurkan mikropon pada kita untuk memberikan ucapan selamat kepada mempelai. Masih kuingat ketika kita saling mengoper mikropon karena tak mau mewakili salah satu, sampai akhirnya kita sepakat untuk mengucapkannya bersama. Diskusi kecil kita lakukan untuk menyusun kalimat dan meminta sang juru rekam menunggu.
Kami dari... Gengges! Mengucapkan selamat menempuh hidup baru...bla bla bla...
Kalimat pun meluncur dengan banyak suara dan kompak (sedikit sih..) Hahaha...
Dear Gengges, cicit-cicit dari Mbah Karsoredjo, aku kadang masih merindukan momen itu. Ketika kita berkumpul dengan derai tawa memeluk kita. Begitu hangat. Kita harus meluangkan waktu seperti ini kapan-kapan. Mungkin jalan-jalan atau sekedar kumpul dan nonton dvd di kamar anak gadis tertua. Hihihihii...
Peluk erat untuk kalian, Gengges.
Kota Hujan, 01022014
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta -
#HariKe-1
( @Raina_damas85 @tikakyusumawati @dwistidmstria @WandaMaher , dll)
Duabelas Januari lalu, di satu sudut keriuhan pesta pernikahan ketika rinai hujan menahan kalian tinggal sedikit lama di sana. Setidaknya kehadiran kalian bisa membunuh rasa bosannya aku yang bisa saja duduk di balik meja tamu sambil memamerkan senyum manis sampai sore ketika tamu undangan datang.
Aku, kalian, membentuk lingkaran kecil di belakang meja tamu. Tanpa rencana. Ya, terbentuk begitu saja bukan? Kursi-kursi itu pun bertambah seiring derai tawa yang sama derasnya dengan rinai hujan yang begitu ingin memeluk kita seharian.
Dan ketika anak-anak gadis berkumpul, keseruan pun menyeruak hingga nyaris menyamai kerasnya suara penyanyi dangdut di dalam gedung. Hahaha, berlebihan. Tapi memang begitu adanya bukan? Anak-anak perempuan keluarga Karsoredjo memang paling gengges di pesta itu. Tanpa malu-malu, berjejer di depan stand makanan lalu berfoto dengan banyak pose. Lalu ramai-ramai naik ke pelaminan, berfoto dengan sang empunya pesta.
Banyak cerita yang keluar dari bibir kita. Entah tentang nostalgia, rencana dan impian tentang masa depan, atau sekedar menentukan siapa yang selanjutnya duduk di pelaminan. :D Keseruan kita rupanya menarik perhatian juru rekam pesta (mungkin), hingga ia mengulurkan mikropon pada kita untuk memberikan ucapan selamat kepada mempelai. Masih kuingat ketika kita saling mengoper mikropon karena tak mau mewakili salah satu, sampai akhirnya kita sepakat untuk mengucapkannya bersama. Diskusi kecil kita lakukan untuk menyusun kalimat dan meminta sang juru rekam menunggu.
Kami dari... Gengges! Mengucapkan selamat menempuh hidup baru...bla bla bla...
Kalimat pun meluncur dengan banyak suara dan kompak (sedikit sih..) Hahaha...
Dear Gengges, cicit-cicit dari Mbah Karsoredjo, aku kadang masih merindukan momen itu. Ketika kita berkumpul dengan derai tawa memeluk kita. Begitu hangat. Kita harus meluangkan waktu seperti ini kapan-kapan. Mungkin jalan-jalan atau sekedar kumpul dan nonton dvd di kamar anak gadis tertua. Hihihihii...
Peluk erat untuk kalian, Gengges.
Kota Hujan, 01022014
Desvian Wulan
-disertakan dalam #30HariMenulisSuratCinta -
#HariKe-1
Langganan:
Postingan (Atom)