Sabtu, 16 Juni 2012

5# Sepanjang Jalan Braga

Jl. Braga-Bandung (West Java)



Braga - West Java


Henry terus mengejarku sepanjang jalan yang kini bernama Braga ini. Dia tak henti-hentinya memanggil namaku sambil  terus menyuruhku berhenti. Hari sudah malam ketika itu, dan jalanan tak terlalu ramai seperti siang hari. Tidak ada pedati yang lewat untuk mengangkut kopi ataupun penduduk yang lalu lalang, jalanan pun becek dan gelap. Sampai akhirnya tubuhku menabrak seseorang di sudut jalan itu. Tubuhnya kurus dan bau dan aku mengenalinya. Namanya Saiful, tukang kebun di rumahku.
“Saiful, kau harus menolong saya,” pintaku dengan nafas memburu. Lelaki di depanku itu berusaha tenang.
“Tenang non, apa yang terjadi?” tanyanya.
“Henry, dia sudah membunuh keluargaku, semuaaa..” Air mataku pun jatuh ketika menceritakannya.
Saifu dengan cepat menarik tanganku. “Sepertinya kita harus segera pergi, non. Suara Tuan Henry sudah mulai terdengar,” ajaknya.
“Bella, dimana kamu?!”
Aku terus berlari mengikuti langkah kaki Saiful dengan cepat. Sampai akhirnya Saiful mengajakku bersembunyi di dekat pedati yang diparkir pemiliknya tak jauh dari Braga.
Terdengar suara sepatu mendekat. “Itu pasti Henry!”
“Ssstt, jangan keras-keras,” kata Saiful mengingatkanku. “Jangan sampai dia menemukan kita.” Aku hanya mengangguk mengerti, keringat yang jatuh pun bercampur air mata ketakutan.
Aku benar-benar tak menyangka kalau lelaki itu akan senekat ini karena aku menolaknya. Ia tega membunuh Daddy, Mommy, dan Stevan kakakku. Aku ingat ketika ia mencoba mencekikku di rumah tadi sebelu aku berhasil kabur. Ia bilang, “Kalau aku tak bisa memilikimu, tidak juga orang lain, Bella!”
Mata Saiful dengan awas mengamati keadaan sekitar kami. Lelaki kurus dan tak pernah bersekolah ini, yang seringkali kuhina kini menjadi penolongku, ia membantuku lari dari kejaran Henry yang adalah seorang berpendidikan tinggi. Selama ini mataku telah salah menilai orang, tidak selalu orang tak punya seperti tukang kebunku ini tak layak berkawan dengan orang seperti keluargaku.
“Tuan Henry sudah pergi, non,” ujarnya yang membuatku tersadar dari renunganku.
“Benarkah itu?” tanyaku dengan nada yang sedikit lebih tenang. Saiful menganggukkan kepalanya sopan.
Aku menghela nafas lega. Lalu Saiful mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
“Terima kasih,” ucapku sambil menerima uluran tangannya yang kasar. Dia tersenyum dan aku merasakan ketulusan disana.
“Lalu apa rencana nona sekarang?” tanyanya dengan hati-hati.
Aku diam sejenak. “Saya punya rencana kembali ke Belanda, ke tempat nenek saya,” jawabku. “Tapi maukah kamu membantu  saya lagi?”
“Budak akan mengikuti perintah majikannya, nona.”
“Bantu saya kembali ke rumah, ada yang tertinggal dan harus kuambil.”
“Tidakkah itu berbahaya?” tanyanya ragu.
“karena itulah saya minta bantuan kamu.”
Saiful terlihat berpikir sebelum akhirnya mengaggukkan kepalanya tanda setuju. Lalu kami kembali menyusuri jalan Braga yang sepi dengan mata telinga yang selalu waspada. Lalu terdengar suara tembakan berkali-kali dari kejauhan. Saiful yang berada di sampingku roboh tak berdaya.
“Saiful..!!!” teriakku ketika melihatnya sudah terkapar di jalan.
“Larii..!!” kata Saiful dengan sisa tenaga dan suaranya. Aku tak mungkin meninggalkannya sendirian di Braga. Aku berusaha memapahnya.
Sementara itu Henry semakin mendekat ke arah kami. “Kamu tak akan bisa pergi kemanapun, Bella!” teriak Henry yang kemudian meletakkan ujung pistolnya tepat di kepalaku.
Saiful memandangku sedih tak berdaya. Aku tak bergerak.
**

Namanya Bella, seorang noni Belanda yang meninggal di salah satu jalan yang ada di kota kembang ini. Jalan Braga yang punya kisah tersendiri baginya, begitupun aku. Jalan dengan beberapa bangunannya yang khas eropa ini punya kisah tersendiri bagiku dan lelaki itu, Banyu. Akhirnya ia kembali ke kota ini untuk mengunjungi rumahku.
“Jadi lelaki di ujung jalan ini adalah Banyu kekasihmu?” tanya Bella dengan gaun warna putih gading lengakap dengan topi khas noni Belanda.
Aku tersenyum padanya yang sudah puluhan tahun tinggal di jalan Braga yang tak pernah usai ceritanya. Lalu ia merangkulku dan mengajakku terbang sepanjang jalan Braga.






Btzrg, June 16th 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar