Ampera-Palembang (South Sumatera) |
Musi-South Sumatera
Langit sudah mulai kemerahan ketika aku menginjak dermaga
setelah selesai menyusuri sungai yang membelah Palembang menjadi dua, Sungai Musi
yang tak pernah kering airnya. Aku masih berdiri di atas dermaga untuk sekedar
menikmati senja dari tepian sungai Musi. Mataku memandang kagum pada jembatan
besar dan kokoh yang berdiri di atas sungai di hadapanku itu. Beberapa jepretan
dengan objek sebuah jembatan besar yang
awalnya hendak diberi nama jembatan Bung Karno kuabadikan lewat kamera yang tak
pernah luput dariku.
Langit merah di langit Sumatera ini lagi-lagi mengingatkanku
pada Disha yang selalu suka dengan sunset.
Ia selalu bilang kalau semburat jingga di langit senja itu selalu menenangkan.
Aku tersenyum ketika teringat Disha mengucapkan
semua itu di atas jembatan merah di atas sana.
“Aku kembali lagi, Sha,” lirihku. “Ke tempat dimana kita
menikmati Musi kala senja.”
Aku mengatur nafasku, tetap berusaha tenang dan tersenyum. “Hanya
saja kini aku menikmatinya dari atas dermaga Sungai Musi, bukan dari atas
Ampera,” lanjutku.
Aku sedang mengambil gambar lagi dengan kameraku ketika
tedengar seseorang berteriak di belakangku. “Jangan lamo lamo di sungai, agek
ado Antu Banyu,” teriaknya dengan nada yang terdengar kesal.
Aku seketika membalikkan badanku karena penasaran. Tadi kudengar
namaku disebutnya, Banyu. Seorang perempuan berambut panjang sebahu dibiarkan
tergerai bebas, dengan kaus putih lengan panjang dan rok panjang yang bergerak
tertiup angin sore ada di depan mataku. Aku memperhatikannya yang masih
berbicara dengan bahasa daerah pada seorang anak lelaki yang asyik berenang.
Ia sepertinya menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.
Tatapan matanya memandangku aneh. Aku buru-buru menaglihkan pandanganku dari
wajahnya yang kemerahan karena sinar matahari sore.
“Wisatawan ya?” tanyanya ramah.
Aku tersenyum dan mengiyakan pertanyaanya. Ia balik
tersenyum padaku dan kemudian duduk di sisi dermaga. Setelah memutar otakku
cepat, akhirnya aku memutuskan untuk duduk di sampingnya.
“Boleh duduk di sini?” tanyaku hati-hati. Wajah sederhana
tanpa riasan itu memberiku isyarat, membolehkanku duduk di sampingnya. Detik
berikutnya kami saling diam dan aku pura-pura menyibukkan diri dengan kameraku.
“Dari kota mana?” tanyanya. Aku menoleh setelah berhasil
menjepret perahu tradisional di sekitar
dermaga.
“Dari Bogor, tapi kemarin baru dari Belitong,” jawabku.
“Jauh yo, selamat menikmati Palembang lah,” katanya.
Perempuan ini sangat ramah dan menyenangkan. Lalu aku iseng bertanya padanya. “Tadi
aku dengar kamu panggil namaku, apa kamu tahu aku?” tanyaku tak tahu malu.
Dia tertawa. “Oh ya? siapa namamu memangnya?”
“Banyu.”
“Banyu?” Ia
mengerutkan keningnya. Lalu detik berikutnya terdengar tawa renyah yang
menggelitik hatiku. “Mungkin yang kau dengar tadi Antu Banyu maksudmu?”
Aku mengangguk. Lalu dia menjelaskan., “Antu Banyu itu artinya
hantu air, jadi ada mitos hantu air di sungai Musi ini katanya selain menyerang
orang yang berenang, hantu ini juga menyerang ornag yang berperahu.”
Dia dengan antusias menceritakan mitos tentang Antu Banyu
itu padaku, dan aku pun serius mendengarkannya.
“Lalu kau percaya Antu Banyu itu benar-benar ada?” tanyaku
setelah ia selesai bercerita.
Dia tersenyum misterius. “Sekarang sudah menjelang maghrib,
coba saja lompat ke sungai dan berenang di sana, mungkin hantu yang namanya sama
denganmu itu akan menemuimu,” katanya lalu berdiri di sampingku. “Aku pulang
dulu ya, semoga beruntung bertemu Antu Banyu.”
Detak jantungku mengencang mendengarnya. Aku tergelak.
Perempuan itu kemudian berlari meninggalkanku.
“Hei, siapa namamu?” teriakku.
“Jingga….” Lalu tubuhnya mengecil di mataku dan menghilang.
Aku tersenyum geli. Teringat beberapa menit lalu ketika
Jingga dengan seru menceritakanku sebuah mitos tentang Antu Banyu di sisi
dermaga Musi di ujung senja.
Musi di kala Senja |
Btzrg, June 2012
ah Jingga, jangan lekas pergi, kenallah dengan Banyu Bogor dahulu :)
BalasHapusHhehee,, tapi ia harus tetap pergi karena malam hampir tiba..
BalasHapus#apacoba
trims sudah mampir, btw..
:)
Jadi, Banyu jadi berenang nggak? :))) Nice story.
BalasHapuswah keren idenya, gak biasa mbak..
BalasHapusmakasih udah mampir ke ceritaku, tadi gak ninggalin link untung bisa lihat dari twitter :)
salam..
manis :)
BalasHapusMbak Bety: Hhheehee,, udah malem jadi si Banyu ga berenang deh, takut ktemu Antu Banyu juga..
BalasHapusTrims udah mampir..
Selaksakata:
trims sudah mampir..
lain kali saya tinggalkan jejak ya..
hehehee..
:))
dwi: trims,, punyamu juga..