Danau Toba |
Toba Lake-North Sumatera
PRAAAANNGGG!!!
Terdengar suara benda pecah belah jatuh ke lantai. Aku yang
sedang menikmati makan siangku di salah satu warung makan tak jauh dari danau
yang menjadi cirri khas Sumatera Utara ini jadi terkejut dan ikut menoleh
mencari sumber suara seperti pengunjung lainnya.
Tidak ada suara yang terdengar beberapa saat setelah bunyi
itu sampai akhirnya seorang perempuan tua yang sepertinya adalah pemilik warung
makan ini datang. Aku melihat seorang perempuan muda dengan serbet kumal tersampir
di bahu kanannya berjongkok mengambil pecahan piring yang tadi dijatuhkannya.
“Berapa piring dan gelas lagi yang mau kau pecahkan, hah?!”
bentak perempuan tua itu tanpa mempedulikan banyak pengunjungnya yang
memperhatikan mereka. Sementara itu si perempuan muda di bawahnya berwajah
ketakutan sambil tak henti-hentinya meminta maaf pada majikannya.
Seorang laki-laki yang sepertinya suami dari si perempuan
tua itu datang dan menenangkan istrinya itu lalu minta maaf pada pengunjung
atas ketidaknyamanan yang telah terjadi. Si lelaki itu berhasil membujuk
istrinya untuk pergi dari sana, sedang si perempuan muda mengikuti tuannya
dengan membawa pecahan piring yang tadi ia jatuhkan.
Ada-ada saja,
kataku dalam hati dan melanjutkan kembali makan siangku.
Setelah selesai makan siang dan membayarnya, aku melanjutkan
lagi perjalanan wisataku di danau Toba. Danau yang terbentuk karena proses
vulkanik itu ternyata lebih indah dari yang selama ini kulihat dalam gambar-gambar.
Aku sedang mencari objek bagus dengan kamera lensa panjangku ketika aku
menangkap seorang perempuan dengan kerudung panjang berwarna merah berdiri
memandang danau. Jariku menekan tombol besar itu dan mengambil fotonya secara candid. Entah apa yang membuatku
tertarik pada perempuan berkerudung merah itu hingga aku mengambil banyak
gambarnya.
Tepat di bunyi klik yang
kelima itulah ia menoleh ke arahku yang berdiri agak jauh darinya. Ia memandang
kaget padaku yang masih dengan kamera di depan wajahku. Buru-buru kuturunkan
kameraku dan memandang ke arah lain hingga tanpa kusadari dia sudah berada di
sampingku.
“Hei, kau memotretku?” tanyanya dengan suara yang tidak
terdengar marah.
Kualihkan pandanganku ke arah kiri tempat ia berdiri. Aku
tersenyum malu. “Maaf ya.”
Alih-alih menjawab permohonan maafku, dia malah mengangkat
kedua bahunya. Dengan cepat aku mengenali wajahnya. “Hei, bukankah kamu pelayan
yang di warung makan tadi?” tanyaku hati-hati.
Dia hanya mengangguk sambil membenarkan letak kerudung
panjangnya. “Tadinya aku memang pelayan di sana, tapi sekarang bukan lagi,”
jawabnya sedih.
“Dipecat?” tebakku. Dia mengangguk lagi.
“Aku hanya ingin tinggal di sini, agar aku bisa setiap saat
ke tempat ini,” ujarnya. “Tapi perempuan tua itu memang tak pernah suka padaku,
apapun yang kulakukan pun tak pernah benar di matanya.”
“Mereka itu siapamu?” tanyaku. “Ouh sorry, aku tak bermaksud
ikut campur.”
“Ahh tak apa, mereka itu orang tua suamiku.”
Hatiku mencelos. “Kau sudah menikah?”
“Ya, tapi kini suamiku sudah meninggal,” jawabnya tenang. “Danau
Toba inilah tempat kenangan kami, maka dari itu aku tak ingin jauh dari tempat
ini.”
“I’m sorry to hear
that.”
Raut wajahnya terlihat tegar dan kuat. Aku merasa ia bukan
tipe wanita cengeng dan terus terbelenggu masa lalu. Lalu kami saling diam
beberapa detik sampai akhirnya dia berkata, “Hei, kita belum berkenalan.”
Aku tertawa kecil. “Ah ya, aku Banyu,” kataku sambil
mengulurkan tangan padanya.
Dia membalas tanganku dengan erat. “Aku Debby!”
“Namamu bagus,” pujiku dan dia hanya tersenyum.
“Mmm, karena tadi kau sudah memotretku diam-diam, sekarang
aku mau lihat foto itu boleh?” pintanya.
Aku mengagguk setuju. Aku menunjukkan gambar-gambar yang
tadi kuambil di kameraku itu padanya. Ia mendekatkan badannya padaku untuk
dapat melihat denga jelas.
“Kau ini fotografer ya?” tanyanya setelah melihat hasil
jepretanku.
“Ahh, tidak seperti itu, itu hobiku saja.” Lalu kami larut dalam obrolan yang
terasa menyenangkan padahl kami baru saling kenal.
“Duh, maaf sekali aku harus pergi sekarang,” ujarnya sambil
melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya.
“Oh sayang sekali ya, senang berkenalan denganmu,” kataku.
“Sama-sama, semoga liburanmu di Toba menyenagkan dan jangan
pernah menyesal datang kemari ya,” aku tersenyum mengiyakan. Setelah membenarkan
lagi letak kerudungnya, ia kemudian berjalan meninggalkanku.
Ahh, si kerudung merah
sudah pergi sekarang.
Tak lama kemudian setelah perempuan itu sudah lenyap dari pandanganku,
seorang pria menghampiriku. “Bang, tak ada barangmu yang hilang?” tanyanya.
Aku mengerutkan kening bingung. “Maksud abang?”
“Perempuan tadi itu pencopet!”
Buru-buru kurogoh kantung celanaku dan tak kutemukan dompet
coklat miliku, lalu jam tangan Swiss Army-ku pun lenyap.
ARRGGHHH, SIAALLL!! SI
KERUDUNG MERAH ITU…..!! geramku.
****
Btzrg, June 2012
Btzrg, June 2012
hahaha..kupikir ada bau bau mistisnya :))
BalasHapusHhahahaa,,
BalasHapusnanti pada takut mampir k blog-ku lagi kalo kebanyakan yg mistis2.
di cerita yg lain mungkin akan ada lagi..
:D
trims sudah mampir..
Jadi inget sebuah quote : makin cantik wanita itu makin pintar ia menipu
BalasHapus:D
heheee,, pernah denger juga aku kalimat itu..
Hapus:))