Minggu, 08 April 2012

Menikah (beresiko)



Sebuah kotak kecil berwarna biru kamu sodorkan padaku sore itu. Kotak itu kau buka dan sebuah cincin emas di dalamnya. “Menikahlah denganku,” katamu saat itu.

Menikah. Terlalu banyak yang harus kupikirkan tentang hal yang satu itu. Aku tak menyangkal kalau aku pun ingin merasakannya. Tapi yang kupikirkan bukanlah tentang pernikahannya, melainkan kehidupan setelah pernikahan. Menikah denganmu, hidup bersama, memiliki anak-anak, dan menghabiskan masa tua bersamamu pun pernah ada dalam khayalanku. Tapi kau pun tahu sendiri bahwa kenyataan tak semudah yang kita bayangkan. Seperti yang pernah kukatakan, segala sesuatu itu beresiko. Menikah denganmu pun sudah pasti beresiko.
Pernahkah kamu memikirkan hal itu? Menikah denganku pun beresiko. Tidakkah kau risau dengan resiko yang mungkin muncul nanti sedangkan kau pun tahu selalu ada resiko tak terduga yang bisa terjadi kapan saja, dalam bentuk apapun.
Menikah itu beresiko. Sudahkah kita siap dengan semua resiko itu? Bisakah kita mengatasi setiap resiko yang akan menghampiri kita? Akankah kau selalu menggenggam tanganku bahkan ketika badai besar sekalipun?

“Masihkah kau memikirkan resiko?” tanyamu ketika aku aku tak kunjung bersuara.  “Diammu cukup lama dan aku bisa merasakan ketakutanmu akan resiko itu.”
“Aku bukan takut, tapi aku harus lebih hati-hati tentang pilihan,” kataku.
“Lalu apa pilihanmu?”

Tentu saja aku punya pilihan. Menikah denganmu pun adalah sebuah pilihan. Apakah aku akan memilih menikah denganmu dan menghadapi semua resikonya atau memilih pilihan lain yang juga punya resiko berbeda. 

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar