“Satu jam lagi aku berangkat,” ucap Trisa dengan nada sedih.
“Ya ampun aku lupa kalau hari ini kamu mau pergi,” jawab Rio
datar.
“Masih ada cukup waktu untuk bertemu kalau kamu mau.”
“Maaf sayang, aku sibuk sekali hari ini.”
“Aku akan pergi untuk waktu yang cukup lama, apa kamu tak
mau menemuiku sebentar saja sebelum aku pergi?” tanya Trisa.
“Trisa, kita masih bisa komunikasi, jangan manja seperti
itu.” Jawaban Rio membuat Trisa sangat sedih dan kecewa, ia mulai menitikkan
air matanya. “Maaf, aku sibuk, nanti aku telepon kamu lagi.”
“Oke,” kata Trisa penuh kecewa. Ia menutup ponselnya dan
memandanginya cukup lama. Ia kemudian mengetik sebuah pesan singkat untuk orang
yang baru saja dihubunginya beberapa menit lalu.
**
Hujan sedari pagi
masih enggan berhenti, rintik-rintik kecil menghiasi dengan udara yang dingin.
Rio melangkahkan kakinya tanpa payung untuk melindunginya dari hujan. Ia
berjalan menuju tempat yang selalu ia kunjungi tiap hari selama seminggu
terakhir ini. Ia duduk di sisinya dan mulai menyapa, “Hai Trisa, aku datang
hari ini.”
Lalu ia terdiam cukup lama dan ketika air matanya mulai
turun, ia segera menyeka dan tertawa. “Aku cengeng sekarang, Trisa,” katanya.
“Aku sedang tidak sibuk, jadi aku bisa menemuimu dan aku
akan berusaha menyempatkan waktu untuk mengunjungimu setiap hari.”
Rio menhela nafas dan mengatur perasaannya. “Trisa, maafkan
aku. Aku menyesal telah beralasan sibuk dan tidak menemuimu terakhir kali sebelum
kamu ke Paris.”
Sudah seminggu terakhir ini Rio selalu mengunjungi Trisa dan
meminta maaf atas kebodohannya. Ia menyesal dan berharap Trisa menjawabnya,
namun yang ia dapatkan hanya sebuah kebisuan, hening.
**
“Aku sudah memafkanmu,Rio,” ucap Trisa lirih. Ingin rasanya
ia berlari menyambut Rio dengan sebuah pelukan ketika laki-laki yang
dicintainya itu datang mengunjunginya.
“Seandainya satu minggu yang lalu kamu tidak sibuk dan bisa
menemuiku,” kata Trisa mengandai-andai sendiri. “Mungkin saja kau yang akan
mengantarku ke bandara dan aku tidak perlu naik taksi sialan yang sudah membuat
tubuhku harus terpental sekian meter, lalu membentur pembatas jalan hingga
sekujur tubuhku penuh darah dan mati…”
***
ah, tragis.. :((
BalasHapus