Sabtu, 31 Januari 2015

Hai, Tuan Jupiter (2)



Kita duduk bersisian, menunggu layar besar di depan sana memutar filmnya. Sebuah film  sci-fi. Entah di menit ke berapa kamu mulai tak merespon komentarku tentang film itu. Hampir di paruh pertama film, sesuatu jatuh di pundak kananku. Kepalamu. Aku terkejut tentu saja. Kamu tertidur (lagi).

Kau tahu, itu bukan kali pertama kau bisa tertidur ketika film sedang berlangsung. Aku masih ingat, pada kali pertama atau kedua, aku marah dan kesal denganmu. Bagaimana bisa kau tidur senyenyak itu, dengan suara film yang terdengar sangat keras memenuhi ruangan? Kau membuatku terlihat bodoh; mengoceh sendiri sementara dirimu entah sudah sampai di alam mimpi yang mana lagi.

Tapi itu dulu. Mungkin aku sudah mulai memahamimu. Aku tak lagi kesal jika kau tertidur (lagi) di tengah pertunjukan film. Aku membiarkan kepalamu tetap di pundakku. Ya, sampai filmnya berakhir. Lampu studio tak lagi padam. Lalu aku akan melihat ekspresimu yang lucu ketika kubangunkan.

Maaf karena tertidur lagi, katamu kali itu. Terlihat sekali bahwa kau merasa bersalah.
Aku tertawa kecil. Bahkan hal seperti itu sudah sangat kumaklumi. Aku bilang padamu untuk tidak pergi nonton saja jika kamu teralalu lelah. Kita bisa tinggal di rumah. Akan kubiarkan kau tidur sementara aku di dapur. Aku akan membuatkanmu kue. Kau suka dengan bolu kopi buatanku.
Nanti kita duduk berdua di balkon rumah, menikmati bolu kopi dan secangkir teh hangat. Bukankah itu lebih menyenangkan?

Kau menjawabnya; aku hanya ingin membuatmu senang. Lagipula, bukankah ini film yang kamu nantikan sejak beberapa pekan lalu?


Kau selalu mengingat hal-hal kecil seperti itu. Terima kasih.



Kota  Hujan, 31-01-2015






Diikutkan dalam event #30HariMenulisSuratCinta



1 komentar:

  1. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak, Fikri. :)
    Nanti saya balik berkunjung.

    BalasHapus