Nanti akan ada masa ketika kamu
harus pergi lebih cepat dari yang aku mau –mungkin juga kamu. Satu waktu kamu meninggalkan
percakapan kita menggantung di ujung telepon, kadang menghadiahiku dengan
dengkuran. Lain waktu percakapan kita tiba-tiba terputus. Lebih sering karena
sulitnya sinyal di tempatmu, kadang juga panggilan tugas dari atasan.
Berikutnya, kamu mengucapkan maaf padaku hingga berkali-kali. Seharusnya tak
perlu kamu lakukan itu. Tentu aku sudah tahu bahwa akan lebih sering kujumpai
keadaan semacam itu selama aku bersamamu.
Hujan sore itu seolah memberi
kita sedikit waktu lagi untuk saling bicara. Kita duduk bersama di satu kedai
kopi di pusat perbelanjaan kota Bogor. Kamu bertanya padaku tentang tempat mana
lagi yang ingin kukunjungi bersamamu. Aku meletakkan cangkir kopiku di atas
meja. Lalu aku memberikan senyum padamu yang sedang menunggu.
Menjawab pertanyaanmu beberapa
detik sebelumnya, kukatakan bahwa aku akan menghabiskan sisa sore itu di
sana saja. Berdua denganmu sambil menyesap kopi kita masing-masing. Kita
membicarakan banyak hal. Sesekali disisipi tawa yang berderai. Kamu selalu
pandai membuatku tertawa. Dan aku suka.
Aku mengikuti arah matamu, memandang
ke luar sana. Hujan sudah reda. Waktu berlalu begitu cepat bukan?
Kuantar kamu pulang sekarang,
katamu sambil meraih kantung belanja yang berisi buku-buku.
Lalu aku bertanya –lebih terdengar
seperti merajuk— apakah aku bisa sedikit lebih lama bersamamu di sore itu. Kamu
hanya menggeleng dan menarik lenganku. Ya, aku bahkan sudah tahu sebelum kamu
menjawabnya dengan gelengan kepala.
Akan ada lebih banyak waktu untuk
kita nanti, bisikmu pelan ketika kita meninggalkan kedai kopi.
Itu janjimu.
Sampai jumpa di waktu yang tepat.
Kota Hujan, 30-01-2015
Nona Penulismu
Diikutkan dalam event #30HariMenulisSuratCinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar