Ketel yang kupakai untuk menjerang air pun menimbulkan bunyi ketika air di dalamnya sudah mendidih. Membangunkan aku dari lembaran album masa lalu. Aku beranjak, menyeduh teh dengan aroma melati. Kesukaanmu. Dulu. Aku masih suka membuatnya menjadi dua cangkir, sayang. Satu untukku, dan tentu saja satu cangkir lagi adalah untukmu.
Kita menikmati sisa sore hari itu dengan aroma melati menguar di udara, bercampur dengan aroma sehabis hujan. Hingga kuberanikan diri mengajakmu untuk menghabiskan hidup bersama, memintamu untuk menjadi pendamping hidupku yang akan menemani tiap langkah perjuanganmu. Kamu tersipu. Dan kamu mau.
Sudah hampir seperempat abad yang lalu sejak aku memintamu. Namun, kumohon maafkan aku, sayang. Maafkan aku yang terlalu mencintaimu, memaksamu untuk selalu bersamaku. Aku hanya ingin hidup bersamamu. Selamanya. Tidakkah aroma teh melati ini sangat wangi, sayang? Mengalahkan aroma tubuhmu yang mulai membusuk sejak kutemukan kamu terbujur kaku.
Tujuh hari lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar