Sabtu, 02 Maret 2013

Lima Tahun Lagi


nursasiseptarina.blogspot.com


Waktu yang sudah berlalu begitu cepat atau aku yang tak mau tahu hingga menyadari betapa mereka sudah jauh meninggalkan. Ya, mungkin aku yang tak lagi peduli tentang waktu sejak malam itu, ketika kita duduk bersama sambil menikmati wedang ronde di salah satu lesehan di alun -alun kidul Yogyakarta. Kita membicarakan banyak hal yang juga mampu membuat kita melupakan satu hal bernama waktu.

“Lima tahun lagi?” kataku bingung ketika kamu bertanya tentang mimpiku lima tahun lagi.
Kamu mengangguk pelan. “Iya, lima tahun dari sekarang. Apa mimpimu?”
Otakku bekerja dengan sangat cepat dan bibirku mengungkapkan apa yang ditemukan otakku tentang aku di lima tahun lagi. “Tentu saja menjadi seorang istri, seorang ibu, dan juga seorang perancang busana pengantin,” jawabku bersemangat. Kamu hanya tersenyum dan memandangku dengan yakin.
“Jadi, apa mimpimu tentang lima tahun lagi?” tanyaku setelah kujawab pertanyaan yang sama darimu.
Kulihat kamu menunduk, memandang mangkuk ronde di meja. Aku menunggu.
“Mimpiku sederhana saja,” jawabmu pelan tanpa mengalihkan pandangan dari magkuk yang isinya tinggal setengah.
“Apa?” tanyaku penasaran.
“Bisa kembali mengunjungi kota ini lagi, duduk bersamamu dengan dua mangkuk ronde diantara kita, mendengar ceritamu tentang rancangan terbarumu, atau membahas sejarah seperti yang sering kita lakukan,” jawabmu dengan lancar.
Seperti katamu, sederhana. Aku tertegun dan hanya bisa tersenyum tanpa tahu harus berkata apa tentang mimpi yang katamu sederhana. Jauh di lubuk hati, aku pun berharap mimpi yang sama denganmu.
Entahlah apa yang akan terjadi dengan lima tahun lagi karena segalanya bisa saja berubah, pikirku.


Wedang ronde diantarkan oleh bapak penjual ronde yang sama seperti lima tahun lalu. Ada kecanggungan yang datang bersamaan dengan perginya si bapak penjual ronde. Aku menyendok wedang ronde milikku lebih dulu dan diikuti kamu. Wedang ronde ini masih sama dengan wedang ronde lima tahun lalu, namun lain halnya dengan kita.
“Bagaimana kabarmu?” Entah kenapa pertanyaan itu yang meluncur dari bibirku.
“Baik, kamu sendiri bagaimana?” tanyamu.
“Seperti yang kamu lihat,” jawabku lalu tertawa, hambar. Kamu pun sama, memaksakan sebuah tawa untuk keluar dari bibirmu.
“Kamu sudah sukses jadi desainer sekarang, beritamu sudah kemana-mana.”
“Berlebihan,” kataku.
“Itu kenyataannya ‘kan? Karena itu kami memutuskan memilihmu,” ucapmu yang lalu memandang seorang perempuan cantik dalam balutan jilbab biru muda yang duduk disampingmu. Ia tersenyum tulus padaku. Perempuan yang anggun dan sederhana, tentu saja jauh lebih baik dariku. Setidaknya aku tak perlu merasa bersalah karena lebih memilih seorang pria yang memintaku untuk menjadi istrinya dua tahun lalu.  
Malam ini, apa yang pernah kita obrolkan tentang mimpi kita benar-benar menjadi kenyataaan. Aku sudah menjadi seorang istri, seorang ibu, dan perancang busana. Lalu kamu sudah mewujudkan mimpimu untuk duduk kembali menikmati wedang ronde bersamaku dan tentu saja bersamanya, mendengarkan rencana rancangan terbaruku untuk pernikahanmu, pernikahan kalian.
Waktu memang berlalu dengan segala perubahannya, namun tempat ini, rasa wedang ronde ini, masih saja sama seperti lima tahun lalu.

“Jadi apa mimpimu lima tahun lagi?” Kudengar pertanyaan itu keluar dari bibirmu.
Aku yang tengah merapikan sketsa rancanganku, mendongak dan melihatmu dengan tatapan menantang yang sama seperti lima tahun lalu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar