Sabtu, 12 Mei 2012

Weizi si Kancil Nakal




Weizi adalah seekor kancil yang terkenal di seluruh penjuru hutan Lande. Ia terkenal karena kenakalan dan ulahnya yang sering membuat penduduk hutan kesal. Bapak dan Ibu Weizi pun sudah tak tahu bagaimana cara menasihati Weizi. Setiap hari selalu saja ada penduduk hutan yang datang  dan melaporkan ulah si kancil kecil itu, mulai dari berkelahi dengan temannya atapun mengusili penduduk hutan. Jika dinasihati Weizi hanya sekedar mendengar tapi tak pernah dilakukan dan berusaha berbuat baik.
Di pagi yang cerah hari ini, Weizi seperti biasanya berjalan-jalan di hutan Lande yang hijau. Sambil terus berjalan, ia memikirkan kejahilan apa lagi yang akan dilakukannya hari ini. Di tengah perjalanan, seekor ular yang malang berteriak meminta tolong. Weizi berhenti ketika ia mendengar teriakan itu. Ia mencari-cari sumber suara dan akhirnya ia menemukan seekor ular terjebak di bawah batang pohon yang baru saja tumbang. Weizi menghampiri ular tersebut. “Hei ular jelek, apa yang sedang kau lakukan di bawah pohon itu?”
“Tolong aku Weizi, aku kesakitan karena pohon ini menimpa tubuhku,” jawab ular itu merintih.
“Kalau aku membantumu, apa yang akan kau berikan padaku?”
Ular itu diam mendengarnya, ia tak tahu apa yang bias ia berikan pada Weizi jika ia benar-benar menolongnya dari pohon itu. “Hei Ular jelek, kau tidak punya apa-apa untuk diberikan padaku?” Tanya Weizi sedikit kesal karena ular itu hanya diam lama sekali.
“Ya sudah, aku pergi saja. Tak ada ruginya juga untukku jika aku tak membantu ular jelek sepertimu,” cibir Weizi lalu melanjutkan kembali perjalanannya dan meninggalkan si ular yang terus merintih kesakitan.
Hari itu Weizi merasa bosan dengan hutan Lande yang selalu ia jelajahi hampir setiap hari. Tiba-tiba ia terpikir untuk bermain-main di kebun manusia. Ia pun melangkah menuju kebun yang letaknya tidak terlalu  jauh dari hutan. Sebenarnya penduduk hutan dilarang untuk memasuki wilayah manusia oleh si Raja Hutan, namun Weizi tak mempedulikannya meski ia tahu larangan itu. “Aku hanya ingin main sebentar saja dan tak ada yang tahu, aku kan Weizi si kancil yang pintar,” kata Weizi dengan sombongnya.
Hanya beberapa menit perjalanan, sampailah Weizi di kebun milik seorang lelaki bertubuh besar. Weizi mengintip dari balik rerumputan yang tinggi dan lebat, terlihat olehnya sayuran-sayuran segar yang tumbuh di kebun lelaki yang sudah masuk ke dalam rumahnya. Weizi yang merasa lapar pun berniat untuk mencicipi sedikit saja sayuran di kebun. Lalu ia mengendap-endap masuk ke dalam area kebun yang subur. Awalnya ia memakan buah yang kebetulan jatuh dari pohonnya. Ia sangat menikmati makan siangnya hari ini. Ternyata Weizi yang nakal tak puas hanya mencicipi satu buah saja, wortel yang ditanam lelaki itu pun dimakannya begitupun sayuran dan buahyang lainnya di kebun itu dimakan oleh Weizi. Karena makan terlalu banyak, Weizi yang kekenyangan pun terlelap di samping kebun.
Sore harinya si lelaki keluar dari rumahnya dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati kebunnya yang berantakan. Matanya berkeliling mengamati kebun kesayangannya dan mendapati seekor kancil sedang terlelap. Lelaki pemilik kebun yang marah pun mengambil kayu untuk segera member hukuman bagi kancil nakal itu. Namun Weizi segera tersadar dari tidurnya sebelum si lelaki berhasil memukulnya. Weizi segera berlari dengan cepat menuju hutan sementara di belakangnya lelaki besar terus mengejarnya dengan penuh amarah.
Di dekat sungai kecil di dalam hutan Lande, lelaki itu berhasil menangkap Weizi. Lelaki itu tertawa puas karena berhasil menangkap kancil nakal itu. “Kau sudah mengacaukan kebunku, kali ini tak akan kulepaskan dan akan kumasak kau jadi sop untuk makan malamku!”
“Siapa saja yang mendengarku, tolong aku!” teriak Weizi di dalam cengkeraman lelaki besar itu.
“Inilah balasan untukmu kancil nakal!” kata lelaki itu sambil membawa Weizi keluar hutan Lande. Weizi terus berteriak meminta tolong namun tak ada yang menyelamatkannya. Belum sampai keluar hutan, lelaki yang membawa Weizi itu berteriak kesakitan dan akhirnya terjatuh. Weizi pun terbebas dari cengkeraman lelaki  yang kemudian lari terbirit-birit.
Di balik kegelapan, Weizi melihat seekor ular yang tadi siang ia tinggalkan ketika ular itu meminta pertolongannya. “Apakah kau ular yang tadi siang tertimpa pohon itu?” Tanya Weizi.
“Ya, aku Pitto si ular yang tadi kau tinggalkan,”jawabnya.
“Mengapa kau begitu baik padaku setelah apa yang kulakukan tadi siang?”
“Kejahatan tak harus dibalas dengan kejahatan, Weizi.”
“lalu bagaimana dengan manusia itu? Bukankah kau melukainya?”
“Aku melukainya sedikit untuk melepaskanmu, tapi ia akan baik-baik saja karena aku tak berbisa.”
“Terima kasih Pitto, sekarang kita berteman?” Tanya Weizi mendekat ke arah Pitto.
“Tentu saja asalkan kau tidak berbuat nakal dan mengganggu penduduk hutan lagi,” kata Pitto mengajukan syarat.
Weizi mengangguk setuju. Sejak saat itu Weizi tak lagi menjadi kancil yang nakal dan ia bersahabat baik dengan Pitto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar