Weizi adalah seekor
kancil yang terkenal di seluruh penjuru hutan Lande. Ia terkenal karena
kenakalan dan ulahnya yang sering membuat penduduk hutan kesal. Bapak dan Ibu
Weizi pun sudah tak tahu bagaimana cara menasihati Weizi. Setiap hari selalu
saja ada penduduk hutan yang datang dan
melaporkan ulah si kancil kecil itu, mulai dari berkelahi dengan temannya atapun mengusili penduduk hutan. Jika dinasihati Weizi hanya sekedar
mendengar tapi tak pernah dilakukan dan berusaha berbuat baik.
Di pagi yang
cerah hari ini, Weizi seperti biasanya berjalan-jalan di hutan Lande yang
hijau. Sambil terus berjalan, ia memikirkan kejahilan apa lagi yang akan
dilakukannya hari ini. Di tengah perjalanan, seekor ular yang malang berteriak
meminta tolong. Weizi berhenti ketika ia mendengar teriakan itu. Ia
mencari-cari sumber suara dan akhirnya ia menemukan seekor ular terjebak di
bawah batang pohon yang baru saja tumbang. Weizi menghampiri ular tersebut. “Hei
ular jelek, apa yang sedang kau lakukan di bawah pohon itu?”
“Tolong aku
Weizi, aku kesakitan karena pohon ini menimpa tubuhku,” jawab ular itu
merintih.
“Kalau aku
membantumu, apa yang akan kau berikan padaku?”
Ular itu diam
mendengarnya, ia tak tahu apa yang bias ia berikan pada Weizi jika ia
benar-benar menolongnya dari pohon itu. “Hei Ular jelek, kau tidak punya
apa-apa untuk diberikan padaku?” Tanya Weizi sedikit kesal karena ular itu
hanya diam lama sekali.
“Ya sudah, aku
pergi saja. Tak ada ruginya juga untukku jika aku tak membantu ular jelek
sepertimu,” cibir Weizi lalu melanjutkan kembali perjalanannya dan meninggalkan
si ular yang terus merintih kesakitan.
Hari itu Weizi
merasa bosan dengan hutan Lande yang selalu ia jelajahi hampir setiap hari.
Tiba-tiba ia terpikir untuk bermain-main di kebun manusia. Ia pun melangkah
menuju kebun yang letaknya tidak terlalu
jauh dari hutan. Sebenarnya penduduk hutan dilarang untuk memasuki
wilayah manusia oleh si Raja Hutan, namun Weizi tak mempedulikannya meski ia
tahu larangan itu. “Aku hanya ingin main sebentar saja dan tak ada yang tahu,
aku kan Weizi si kancil yang pintar,” kata Weizi dengan sombongnya.
Hanya beberapa
menit perjalanan, sampailah Weizi di kebun milik seorang lelaki bertubuh besar.
Weizi mengintip dari balik rerumputan yang tinggi dan lebat, terlihat olehnya
sayuran-sayuran segar yang tumbuh di kebun lelaki yang sudah masuk ke dalam
rumahnya. Weizi yang merasa lapar pun berniat untuk mencicipi sedikit saja
sayuran di kebun. Lalu ia mengendap-endap masuk ke dalam area kebun yang subur.
Awalnya ia memakan buah yang kebetulan jatuh dari pohonnya. Ia sangat menikmati
makan siangnya hari ini. Ternyata Weizi yang nakal tak puas hanya mencicipi
satu buah saja, wortel yang ditanam lelaki itu pun dimakannya begitupun sayuran
dan buahyang lainnya di kebun itu dimakan oleh Weizi. Karena makan terlalu
banyak, Weizi yang kekenyangan pun terlelap di samping kebun.
Sore harinya si
lelaki keluar dari rumahnya dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati kebunnya
yang berantakan. Matanya berkeliling mengamati kebun kesayangannya dan
mendapati seekor kancil sedang terlelap. Lelaki pemilik kebun yang marah pun
mengambil kayu untuk segera member hukuman bagi kancil nakal itu. Namun Weizi
segera tersadar dari tidurnya sebelum si lelaki berhasil memukulnya. Weizi
segera berlari dengan cepat menuju hutan sementara di belakangnya lelaki besar
terus mengejarnya dengan penuh amarah.
Di dekat sungai
kecil di dalam hutan Lande, lelaki itu berhasil menangkap Weizi. Lelaki itu
tertawa puas karena berhasil menangkap kancil nakal itu. “Kau sudah mengacaukan
kebunku, kali ini tak akan kulepaskan dan akan kumasak kau jadi sop untuk makan
malamku!”
“Siapa saja yang
mendengarku, tolong aku!” teriak Weizi di dalam cengkeraman lelaki besar itu.
“Inilah balasan
untukmu kancil nakal!” kata lelaki itu sambil membawa Weizi keluar hutan Lande.
Weizi terus berteriak meminta tolong namun tak ada yang menyelamatkannya. Belum
sampai keluar hutan, lelaki yang membawa Weizi itu berteriak kesakitan dan
akhirnya terjatuh. Weizi pun terbebas dari cengkeraman lelaki yang kemudian lari terbirit-birit.
Di balik
kegelapan, Weizi melihat seekor ular yang tadi siang ia tinggalkan ketika ular
itu meminta pertolongannya. “Apakah kau ular yang tadi siang tertimpa pohon
itu?” Tanya Weizi.
“Ya, aku Pitto
si ular yang tadi kau tinggalkan,”jawabnya.
“Mengapa kau
begitu baik padaku setelah apa yang kulakukan tadi siang?”
“Kejahatan tak
harus dibalas dengan kejahatan, Weizi.”
“lalu bagaimana
dengan manusia itu? Bukankah kau melukainya?”
“Aku melukainya
sedikit untuk melepaskanmu, tapi ia akan baik-baik saja karena aku tak berbisa.”
“Terima kasih
Pitto, sekarang kita berteman?” Tanya Weizi mendekat ke arah Pitto.
“Tentu saja
asalkan kau tidak berbuat nakal dan mengganggu penduduk hutan lagi,” kata Pitto
mengajukan syarat.
Weizi mengangguk
setuju. Sejak saat itu Weizi tak lagi menjadi kancil yang nakal dan ia bersahabat
baik dengan Pitto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar