Hujan turun lagi sore ini. Deras
dan berangin. Aku memilih untuk masuk ke café yang ada di depanku untuk sekedar
menunggu hujan reda sambil minum sesuatu. Aku belum tahu akan pesan apa. Kubuka
pintu kaca itu dan masuk ke dalam. Aroma khas kopi tercium begitu kuat di
hidungku ketika aku masuk. Aku berjalan menuju meja counter. Perempuan dengan
rambut pendek menyapaku dengan ramah dari balik meja. “Selamat sore, mau pesan
apa?” tanyanya ramah dengan senyumannya yang manis.
“Cinnamon hot chocolate dan
tiramisu ,” jawabku.
“Pesan berapa mba?” tanyanya
lagi.
“Saa.. eh dua saja,” kataku. Lalu
dia mengulangi pesananku dan menanyakan apa ada lagi yang ingin kupesan, aku
menjawabnya tidak dan aku memilih untuk menikmati pesananku di kursi kosong di
sudut ruangan.
“Kenapa mesti hot chocolate coba?”
gerutumu ketika hot chocolate pesananku tiba di meja dengan tiramisu. “Mendingan
tadi aku yang pesan sendiri,” katamu lagi.
Aku terkekeh. “Udah minum aja,
coklat itu bagus tau bisa bikin mood kamu jadi lebih baik,” kataku lalu
menyesap cinnamon hot chocolate yang masih hangat. Sementara laki-laki di depanku ini hanya
memandangi aneh cangkir di tangannya, seolah minuman itu tak layak minum.
“Cobain dulu baru komentar, pasti
nanti ketagihan,” kataku mencoba menggodanya.
“Aku pesen espresso aja ya,
cantik.” Dia mencoba merayuku. Aku menggeleng. Dia mengerucutkan bibirnya dan
dia lucu sekali.
“Perjanjian tetap perjanjian ya!”
kataku mengingatkannya. Aku dan dia memiliki perjanjian tentang sepakbola dan
karena tim jagoannya kalah telak, ia harus mentraktirku di café favorit kami
dan aku yang memilih menunya.
Dia selalu suka kopi dan segala
macamnya, sedangkan aku lebih suka coklat atau susu. Aku iseng saja memesan hot
chocolate untuknya. Biar lidahnya tak melulu dengan kopi. Dia masih saja
terlihat ragu-ragu untuk mendekatkan cangkir itu ke mulutnya. Aku yang gemas
dengannya, langsung mengambil sendok kecil di meja lalu menyendokkan cinnamon
hot chocolate ke mulutnya dengan paksa. Beberapa tetes tumpah ke meja. Raut
wajahnya terlihat aneh setelah hot chocolate itu menyentuh lidahnya. Mungkin ia
sedang mecari kata untuk mendeskripsikan rasanya.
“Gimana? manis dan enak kan?”
tanyaku.
Dia tersenyum. “Iya manis dan
hangat.. seperti kamu,” katanya sambil mengedipkan mata kirinya padaku.
“Hah gombal!” kataku sambil
melempar tisu ke wajahnya. Lalu kita saling melempar tawa.
Hujan di luar masih deras dan
cinnamon hot chocolate kita mulai dingin. Semua masih sama. Dua cangkir
cinnamon hot chocolate dan tiramisu tiap aku datang kesini, hanya saja tak ada
kamu sejak kecelakaan satu tahun lalu.
Bogor, tiga di bulan kedua
Bogor, tiga di bulan kedua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar