Teruntuk Abang, di tapal batas.
Ingin kubagi sedikit cerita yang membuatku masih saja
menahan tawa ketika mengingatnya.
Sebuah pemberitahuan di akun sosial media membuatku
mengalihkan jemariku dari lembar putih kosong itu. Lalu aku tertawa. Seorang
adik sepupu bertanya tentang siapa sosok ‘abang di tapal batas’. Tentangmu. Entah
bagaimana surat yang pernah kutulis untukmu itu membuatnya begitu percaya. Ya,
ia percaya bahwa kamu adalah seseorang yang sungguh nyata dalam hidup kakak
sepupunya ini.
Ia kemudian menanyakan tentang pertemuan kita, di mana dan
bagaimana. Lagi-lagi aku tak kuasa menahan tawa. Menjelaskan bahwa tak pernah ada
temu dan sekadar perkenalan, juga balasan surat itu pun kuceritakan apa adanya.
Seperti sepupu-sepupuku di Gengges (itu nama geng kami, keluarga Mbah buyut
Karso Redjo), ia malah semakin brutal menggodaku. Hahaha.... Ia bahkan
menyamakan kita dengan sepasang tokoh dalam novel yang kusuka (karena profesi
tokoh utama sih sebenarnya), Fly to The Sky. Sepasang tokoh utama yang saling
mencari satu sama lain dengan berbekal informasi yang terlalu sedikit. Tentu
saja jauh berbeda dengan kita. Tak ada yang saling mencari. Hanya aku, mengagumimu.
Tidak denganmu.
Tak ada yang membuatku sedih tentang kita. Tentang temu dan
sapa yang tak pernah nyata. Tidak satupun, Bang. Kau justru menumbuhkan senyum
tiap wajahmu muncul di antara potret-potret dalam album acakku. Jika aku butuh
semangat untuk menulis lagi, rekaman video tentangmu seolah membuatku harus kembali.
Berlebihan. Memang. Namun begitulah dirimu.
Abang, kucukupkan di sini suratku kali ini. Jangan bosan
jika kelak aku mengirimu surat lagi. Kuharap kamu hidup dengan baik di sana.
Semoga Tuhan selalu menjaga dan memberkahi tiap langkahmu.
Kota Hujan, 03072014
Desvian Wulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar