Aku mendapatimu tak lagi bernyawa sore tadi. Kamu sudah terdiam
di dasar sana ketika aku hendak menyapamu sepulang ku dari bekerja, seperti
yang biasa ku lakukan. Aku mendapati sesuatu yang aneh ketika kamu hanya diam
ketika satu teman hidupmu asyik kesana-kemari seakan tak peduli bahwa temannya
sudah mati. Aku mengetuk-ngetuk kaca pemisah kita, berharap kamu mendengar dan
segera bangun dari tidurmu. Tak ada gerakan. Kuketuk sekali lagi dengan sedikit
lebih keras. Lagi-lagi tak ada jawaban darimu. Aku akhirnya menyadari bahwa kamu
sudah tak bernyawa lagi. Kamu mati.
Kamu meninggalkanku. Selamanya. Seperti tuanmu, yang
memberikanmu padaku. Aku masih ingat
betul ketika ia datang sore itu, entah beberapa bulan lalu, membawakanku sebuah
wadah seperti mangkuk besar yang sudah berisi kamu dan pasanganmu. Malang benar
nasib pasanganmu kini, seperti halnya aku yang tak jauh berbeda darinya. Ia,
tuanmu, meninggalkanku ketika sebutir peluru dengan sukses menembus dadanya
yang pernah jadi tempat yang nyaman untukku bersandar sembari mendengar detak
jantungnya. Meninggalkanku yang sedang menunggunya pulang untuk menyematkan
cincin itu di jari manisku di hari yang sama ketika ia mengucap janji, sehidup
semati. Ia meninggalkanku. Kamu pun meninggalkanku.
Kota Hujan,
06112013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar