“Namanya Sekar,” ujarku begitu
mengetahui kemana lelaki disampingku ini mengarahkan kameranya. Sedari tadi ia
sibuk di balik jendela bidiknya, berusaha menangkap objeknya dan mengabaikanku
yang terus mengoceh tentang bagaimana menghitung probabilitas posterior.
“Kamu kenal dia?” tanyanya tanpa
sesenti pun matanya beralih dari balik jendela bidiknya.
Aku menyendok es dawet hijau yang
masih menempati setengah gelas, tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Siang
ini, kami memutuskan untuk mampir di salah satu penjaja es dawet yang biasa
berjualan di salah satu sudut pasar dekat stasiun di kota hujan, setelah
berkelana mencari buku-buku di dekat stasiun. Kami menikmati es dawet sembari
membahas materi kuliah dari dosen kami tentang analisis probabilitas yang
diberikan tempo hari. Kemudian ia buru-buru mengeluarkan kameranya ketika
matanya menangkap seorang gadis dalam balutan jilbab merah muda. Kulihat gadis
itu duduk didepan ruko yang menjual aneka perabot rumah tangga sambil serius
menekuni buku diantara lalu lalang pengunjung pasar tanpa terganggu.
Ia akhirnya menyerah dan
mengalihkan pandangannya dari gadis berjilbab merah muda padaku ketika aku tak
kunjung memberikan jawaban. “Hei, kamu
kenal dia?” tanyanya sekali lagi.
“Teman sekolahku dulu,” jawabku
pelan tanpa melihatnya.
“Single available-kah?”
Aku mengangkat bahu. “Maybe,
belum pernah dengar dia menikah.”
“Menarik,” ujarnya yang kemudian
meletakkan kameranya dan tak memotret lagi.
“Apanya yang menarik?” tanyaku
penasaran.
Dia hanya tersenyum sok
misterius.
“Jadi menurutmu apa yang harus
kulakukan? Menghampirinya dan berkenalan langsung atau meminta tolong padamu
untuk mengenalkan?” tanyanya iseng.
Aku mengangkat bahu lagi. “Kamulah
yang harus memutuskan,” jawabku terkekeh.
Ia terlihat lemas, mungkin sedang
dilanda kebimbangan.
“Mungkin kita harus membuat pohon
keputusan dan menganalisa probabilitasnya dulu, seperti yang diajarkan dosen
kita kemarin,” godaku.
Dia menatapku dengan tatapan
penuh semangat. “You’re right! Let’s make
it!”
Aku hanya melongo mendengar
kata-katanya, yang kemudian disambut dengan tawanya yang geli.
“Just kidding, hey!”
Oh no! Tak terbayang bila kami
harus menghitung tingkat probabilitas dari tiap kemungkinan untuk memutuskan
tindakan apa yang harus ia lakukan untuk bisa mengenal Sekar, gadis yang kini
sudah pergi bersama bukunya dari ruko perabot rumah tangga di sudut pasar.
*****
Kota Hujan,
110513
Note:
Dibuat karena rasa gemas melihat soal mata kuliah Teori Pengambilan
Keputusan tentang Analisa Probabilitas. Semoga setelah FF ini publish, semangat
dan ketajaman analisa pun muncul.. Hhahahaaa..
Mari minum es dawet.. ehhh?? mari
menghitung..!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar