Minggu, 12 Mei 2013

The Probability



“Namanya Sekar,” ujarku begitu mengetahui kemana lelaki disampingku ini mengarahkan kameranya. Sedari tadi ia sibuk di balik jendela bidiknya, berusaha menangkap objeknya dan mengabaikanku yang terus mengoceh tentang bagaimana menghitung probabilitas posterior.
“Kamu kenal dia?” tanyanya tanpa sesenti pun matanya beralih dari balik jendela bidiknya.
Aku menyendok es dawet hijau yang masih menempati setengah gelas, tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Siang ini, kami memutuskan untuk mampir di salah satu penjaja es dawet yang biasa berjualan di salah satu sudut pasar dekat stasiun di kota hujan, setelah berkelana mencari buku-buku di dekat stasiun. Kami menikmati es dawet sembari membahas materi kuliah dari dosen kami tentang analisis probabilitas yang diberikan tempo hari. Kemudian ia buru-buru mengeluarkan kameranya ketika matanya menangkap seorang gadis dalam balutan jilbab merah muda. Kulihat gadis itu duduk didepan ruko yang menjual aneka perabot rumah tangga sambil serius menekuni buku diantara lalu lalang pengunjung pasar tanpa terganggu.
Ia akhirnya menyerah dan mengalihkan pandangannya dari gadis berjilbab merah muda padaku ketika aku tak kunjung memberikan jawaban.  “Hei, kamu kenal dia?” tanyanya sekali lagi.
“Teman sekolahku dulu,” jawabku pelan tanpa  melihatnya.
“Single available-kah?”
Aku mengangkat bahu. “Maybe, belum pernah dengar dia menikah.”
“Menarik,” ujarnya yang kemudian meletakkan kameranya dan tak memotret lagi.
“Apanya yang menarik?” tanyaku penasaran.
Dia hanya tersenyum sok misterius.
“Jadi menurutmu apa yang harus kulakukan? Menghampirinya dan berkenalan langsung atau meminta tolong padamu untuk mengenalkan?” tanyanya iseng.
Aku mengangkat bahu lagi. “Kamulah yang harus memutuskan,” jawabku terkekeh.
Ia terlihat lemas, mungkin sedang dilanda kebimbangan.
“Mungkin kita harus membuat pohon keputusan dan menganalisa probabilitasnya dulu, seperti yang diajarkan dosen kita kemarin,” godaku.
Dia menatapku dengan tatapan penuh semangat. “You’re right! Let’s make it!”
Aku hanya melongo mendengar kata-katanya, yang kemudian disambut dengan tawanya yang geli.
“Just kidding, hey!”

Oh no! Tak terbayang bila kami harus menghitung tingkat probabilitas dari tiap kemungkinan untuk memutuskan tindakan apa yang harus ia lakukan untuk bisa mengenal Sekar, gadis yang kini sudah pergi bersama bukunya dari ruko perabot rumah tangga di sudut pasar. 

*****


Kota Hujan,
110513








Note:
Dibuat karena rasa gemas melihat soal mata kuliah Teori Pengambilan Keputusan tentang Analisa Probabilitas. Semoga setelah FF ini publish, semangat dan ketajaman analisa pun muncul.. Hhahahaaa..  Mari minum es dawet.. ehhh??  mari menghitung..!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar