Senin, 02 Juli 2012

Rindu Tanpa Batas Waktu

Air Terjun Benang Kelambu-Lombok Tengah

Mereka selalu bilang kalau kesabaran itu selalu berbatas. Tapi kesabaranku untukmu masih belum menemukan ujungnya. Aku masih dengan rasa sabarku menunggumu dan memelihara rindu ini. Selalu berharap bisa menemukanmu di tempat ini, Air Terjun Benang Kelambu yang tersembunyi dengan segala keindahnnya di Lombok Tengah yang tak banyak terjamah.
Disinilah aku hari ini, di tempat yang sama seperti satu tahun setelah pertemuan kita yang singkat, terlalu singkat bahkan. Jangankan bisa saling mengetahui nama, sekedar menyapa pun tidak. Tepatnya aku yang tak menggunakan kesempatan untuk menyapamu karena aku terlalu takut. Aku takut mengusikmu yang begitu menikmati suasana air terjun sambil bermain-main air dengan beberapa teman-temanmu. Takut tak lagi bisa menikmati kecantikanmu yang begitu menyihirku hingga ku hanya memaku memandangimu dari kejauhan. Percikan air yang mengalir dengan cantik diantara tumbuhan hijau merambat itu seakan ikut memercikkan sesuatu jauh ke dalam hatiku.
Sejak saat itu hingga detik ini, aku masih tak bisa menamainya. Aku hanya selalu merasa ingin selalu kembali ke tempat ini, lagi dan lagi. Jatuh cinta. Ya, rasanya aku sudah jatuh cinta pada tempat ini, tempat yang selalu membuatku rindu seperti merindukanmu.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Mereka terus bergulir dan meninggalkanku dengan rindu yang tumbuh makin subur, seperti aliran dari Rinjani yang membasahi kakiku. Langit mulai gelpa dan jarum di arlojiku pun sudah menuju angka enam. Aku harus pergi dan membawa pulang lagi rinduku.
“Samudra…” Kakiku baru berdiri dengan sempurna di atas batu besar yang tadi ku duduki ketika terdengar seseorang menyebut namaku. Aku tak yakin dengan suara tadi, mungkin hanya salah dengar.
Aku kemudian nyaris terpleset menuruni batu dan bersiap untuk berjalan meninggalkan air terjun benang kelambu, namun suara yang sama memanggil namaku lagi.  Aku berhenti dan mengedarkan pandanganku mencari sumber suara namun tak kudapati seorangpun dan tempat ini mulai sepi. Dan seseorang tiba-tiba sudah muncul di depan mataku ketika aku berbalik. Dia, perempuan yang kurindukan sejak setahun lalu.
Lagi-lagi aku hanya bisa terpaku dengan bibir seakan terkunci. Wajah bercahaya di depanku makin melumpuhkanku dengan senyum yang tercipta di bibirnya. “Samudra…”
Tangannya dengan lembut meraih tanganku dan mengajakku berjalan. “Mau kemana kita?” tanyaku ketika aku mulai merasa kalau kakiku dan kakiknya tak lagi menyentuh daratan. Terbang, kami sedang terbang!
Tangannya mengibaskan selendang sutera ungunya ke arah rinai air terjun. Aku terperanjat ketika air itu aliran air itu terbelah dua seperti kelambu yang dibuka.
“Muara rindumu yang tanpa batas itu kini di depan matamu,” katanya. Lalu pandanganku menjadi gelap dan kepalaku mulai terasa berat.

Aroma minyak kayu putih yang begitu kuat menusuk hidungku. Dengan kepala yang terasa berat, aku memaksa membuka kedua mataku. Beberapa orang berada di sampingku. Mereka bilang kalau aku terjatuh di dekat bebatuan tadi.
“Udah sadar? Ini minum dulu,” ucap seseorang yang suaranya tak asing rasanya di telingaku.
Sebotol air mineral disodorkan padaku. Aku mendongak dan mendapati wajah yang sama yang mengajakku terbang dan membelah benang kelambu beberapa menit lalu. Ahh, sepertinya aku masih belum benar-benar terbangun dari tidurku.

***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar