Sabtu, 18 Februari 2012

untuk kamu yang penuh cita-cita

Dear  aku sepuluh tahun lalu

Hai Desvian, gadis manis yang namanya agak sulit disebut dengan cepat (banyak yang mengeluh begitu). Kamu pasti kaget dan bertanya siapa aku yang sudah mengirimu surat dengan tulisan yang tak serapi milikmu. Kamu juga pasti bingung dan tak merasa pernah mengenalku. Ini adalah aku yang juga adalah kamu sepuluh tahun lagi. Tubuhku lebih kurus sekarang dan aku rindu dengan pipi tembem dan rambut berponi milikmu itu. Mungkin karena masalah yang muncul seiring usia, tak seperti kamu yang masih senang bermain-main dengan teman sebayamu dan bisa tertawa lepas. Benar katamu, hidup ini penuh kejutan.
Hei, kenapa kamu tak lagi sering-sering bermain dengan anak tetangga? Bukankah kamu sangat suka bermain lompat karet, tak umpet, monopoli, masak-masakan, galasin, dan permainan lain yang mengasyikkan itu? Pergi main dan nikmatilah. Aku beri sedikit bocoran ya, kamu pasti akan rindu permainan-permainan itu di masa depan nanti karena permainan itu tak lagi populer bahkan cenderung tenggelam oleh kecanggihan teknologi. Anak-anak seusiamu di masaku kini lebih suka main di warnet untuk main game online ataupun bersosial media.
Aku rindu kamu yang punya banyak cita-citadan suka sekali menggambar. Bukankah saat ini kamu sedang bercita-cita untuk menjadi seorang arsitek? Hei, itu cita-cita yang keren lho. Aku tahu kamu sedang suka menggambar banyak denah rumah, walaupun tak menggunakan hitungan matematis, dan kamu sangat suka itu. Sudah berapa banyak yang kau gambar? Ah, kertas-kertas itu seharusnya kamu rapikan menjadi satu dan kamu simpan untukku agar aku bisa melihatnya.
Tapi satu atau dua tahun lagi kamu akan berubah pikiran. Kertas-kertas gambar itu tak lagi tentang denah rumah melainkan berbagai macam sketsa gaun. Ya, kamu akan bercita-cita menjadi seorang designer! Kamu tahu tidak, ketika kamu berseragam putih biru nanti, satu atau dua tahun lagi, kamu akan bercita-cita menjadi seorang penulis. Ketika kamu SMP, novel-novel teenlit akan booming dan kamu yang uang sakunya terbatas akan mengencangkan ikat pinggang demi membeli sebuah teenlit. Sejak itu kamu yang sebenarnya kurang pandai dalam pelajaran Bahasa Indonesia akan suka menulis. Kamu akan menghabiskan banyak buku tulis untuk kau isi dengan cerita-cerita buatanmu. Kamu pintar karena telah menyimpan buku-buku itu untukku. Aku juga masih suka membacanya. Gaya tulisanmu lucu dan sederhana.
Kamu pasti tersenyum penasaran dengan apa yang baru saja kuceritakan tentang cita-citamu yang seringkali berganti-ganti dan kamu pasti tertarik untuk tahu apakah penulis adalah cita-cita terakhir. Ya kamu benar cantik, akan banyak cita-cita yang muncul di pikiranmu nantinya, tapi aku akan menceritakannya lagi nanti. Aku suka sekali kamu yang penuh impian dan satu hal lagi, aku suka sifatmu yang selalu tak mau kalah dalam hal nilai dan prestasi di sekolah. Well, kamu berhasil masuk kelas unggulan kan sekarang? dan bocoran lagi dariku, nantinya kamu akan masuk salah satu sekolah menengah pertama negeri favorit di Bogor dan masuk kelas unggulan selama dua tahun terakhir disana. Sifatmu itu masih aku miliki hingga saat ini, aku yang sudah berstatus sebagai mahasisiwi di Universitas Ibn Khaldun Bogor. Meski aku sangat rindu kamu lucu tapi aku mensyukuri hidupku saat ini. Pesanku untukmu, tetaplah menjadi Desvian yang penuh semangat, penuh target, dan tak mau kalah dalam hal prestasi. Ah ya gadis manis kamu tak perlu cemas karena masih suka mengompol. Hahaha, itu akan berhenti dengan sendirinya kok nanti. Tak percaya? Aku buktinya, percayalah dan tak perlu takut.
Oke cantik, sudah dulu ya cerita dari masa depan ini. Sebenarnya aku masih punya banyak cerita menarik tentang kamu, aku, atau lebih tepatnya kita. Aku akan menceritakannya lain waktu padamu. Ingat pesanku, tetap semangat dan apa adanya, tak perlu minder dengan keadaan. Rajin belajar ya agar targetmu tercapai. Selamat belajar dan sukses untuk UAS!! Aku menunggumu di masa depan dan kita akan meraih target-target besar kita bersama.
Go fightin’, cantik!


Bogor, 18 February 2012
Dari kamu sepuluh tahun lagi

Jumat, 03 Februari 2012

Cinnamon Hot Chocolate

Hujan turun lagi sore ini. Deras dan berangin. Aku memilih untuk masuk ke café yang ada di depanku untuk sekedar menunggu hujan reda sambil minum sesuatu. Aku belum tahu akan pesan apa. Kubuka pintu kaca itu dan masuk ke dalam. Aroma khas kopi tercium begitu kuat di hidungku ketika aku masuk. Aku berjalan menuju meja counter. Perempuan dengan rambut pendek menyapaku dengan ramah dari balik meja. “Selamat sore, mau pesan apa?” tanyanya ramah dengan senyumannya yang manis.
“Cinnamon hot chocolate dan tiramisu ,” jawabku.
“Pesan berapa mba?” tanyanya lagi.
“Saa.. eh dua saja,” kataku. Lalu dia mengulangi pesananku dan menanyakan apa ada lagi yang ingin kupesan, aku menjawabnya tidak dan aku memilih untuk menikmati pesananku di kursi kosong di sudut ruangan.

“Kenapa mesti hot chocolate coba?” gerutumu ketika hot chocolate pesananku tiba di meja dengan tiramisu. “Mendingan tadi aku yang pesan sendiri,” katamu lagi. 
Aku terkekeh. “Udah minum aja, coklat itu bagus tau bisa bikin mood kamu jadi lebih baik,” kataku lalu menyesap cinnamon hot chocolate yang masih hangat.  Sementara laki-laki di depanku ini hanya memandangi aneh cangkir di tangannya, seolah minuman itu tak layak minum.
“Cobain dulu baru komentar, pasti nanti ketagihan,” kataku mencoba menggodanya.
“Aku pesen espresso aja ya, cantik.” Dia mencoba merayuku. Aku menggeleng. Dia mengerucutkan bibirnya dan dia lucu sekali.
“Perjanjian tetap perjanjian ya!” kataku mengingatkannya. Aku dan dia memiliki perjanjian tentang sepakbola dan karena tim jagoannya kalah telak, ia harus mentraktirku di café favorit kami dan aku yang memilih menunya.
Dia selalu suka kopi dan segala macamnya, sedangkan aku lebih suka coklat atau susu. Aku iseng saja memesan hot chocolate untuknya. Biar lidahnya tak melulu dengan kopi. Dia masih saja terlihat ragu-ragu untuk mendekatkan cangkir itu ke mulutnya. Aku yang gemas dengannya, langsung mengambil sendok kecil di meja lalu menyendokkan cinnamon hot chocolate ke mulutnya dengan paksa. Beberapa tetes tumpah ke meja. Raut wajahnya terlihat aneh setelah hot chocolate itu menyentuh lidahnya. Mungkin ia sedang mecari kata untuk mendeskripsikan rasanya.
“Gimana? manis dan enak kan?” tanyaku.
Dia tersenyum. “Iya manis dan hangat.. seperti kamu,” katanya sambil mengedipkan mata kirinya padaku.
“Hah gombal!” kataku sambil melempar tisu ke wajahnya. Lalu kita saling melempar tawa.

Hujan di luar masih deras dan cinnamon hot chocolate kita mulai dingin. Semua masih sama. Dua cangkir cinnamon hot chocolate dan tiramisu tiap aku datang kesini, hanya saja tak ada kamu sejak kecelakaan satu tahun lalu.




Bogor, tiga di bulan kedua