Sore itu, ketika bel tanda berakhirnya di hari jumat berbunyi. Ketika satu persatu rekan kerja sudah terburu-buru meninggalkan ruangan karena ingin segera pulang. Saya masih tinggal di ruangan bersama beberapa rekan lain. Saya juga ingin segera pulang, tapi karena pekerjaan di awal bulan yang memang banyak deadline itu memaksa saya sibuk di depan layar komputer samapi lupa kalau jam pulang hampir tiba dan saya shalat ashar dulu sebelum pulang.
Selesai shalat, saya segera membereskan meja kerja dan mematikan komputer. Hanya ada saya dan senior yang mejanya bersebelahan dengan saya. Jujur saat itu saya sedang ragu atau lebih tepatnya takut untuk bicara padanya yang juga sedang bersiap pulang, karena beberapa waktu sebelum pulang beliau sempat kesal dan bersuara agak keras karena masalah pekerjaan.dan saat itu hanya ada kami berdua, dia memanggil saya dan menanyakn sesuatu yang baru kali pertama ditanyakannya pada saya. Lalu dia mengatakan sesuatu yang lain yang juga sedikit membuat saya kaget dan membuat saya berpikir dan merenung. Kalimat-kalimatnya positif dan lebih membuka mata saya.
Sejujurnya sejak pertama kali bergabung dengan bagian akunting ini, saya selalu berusaha untuk bisa bekerja sama dengan siapapun. Hingga ledakan-ledakan muncul yang sempat membuat saya down bahkan berniat untuk resign. Namun saya selalu berusaha untuk selalu bertahan dan berusaha untuk menghadapi tantangan yang diberikan Allah yang saya selalu yakin memliki tujuan untuk membentuk saya menjadi pribadi yang kuat. Rasanya tak terhitung berapa tetes airmata yang saya jatuhkan karena bekerja di tempat ini, dan saya beruntung punya orang-orang yang selalu menguatkan saya.
Tak hanya ledakan-ledakan yang tercipta karena pekerjaan, tapi juga kadang dan bahkan hampir sering ledakan pribadi yang terseret dalam dunia pekerjaan. Ada beberapa orang yang tak suka pada orang lain, namun ketika bekerja perasaan tersebut juga dibawa. Terkadang mereka malah saling menjatuhkan, menikam dari belakang, dan tak bisa bekerjasama seperti yang seharusnya.
Saya tak bilang kalau saya bersih dari hal-hal seperti itu. Saya pun mengakui kalau sayapun memiliki banyak uneg-uneg tak enak tentang orang-orang di lingkungan kantor (siapa sih yang tak punya?!), tapi saya selalu berusaha untuk tidak mengaplikasikannya ke dalam pekerjaan seperti beberapa orang di sekitar saya itu. Ketika saya merasa dirugikan, disalahkan, 'dikerjain', 'dimanfaatkan', dibentak, atau hal lainnya yang menyakiti hati, saya selalu berusaha untuk menerimanya dan menyimpannya di hati selama itu tidak melewati batas. Ya meski tidak jarang saya berbagi itu pada bebrapa teman, sekedar untuk meringankan beban.
Menurut saya, tidak semua kejahatan dibalas kejahatan (memang seharusnya begitu!). Api dibalas api tak akan pernah berakhir baik, yang ada malah kerusakan yang lebih besar.
Saya hanya yakin, Allah gak akan meninggalkan saya. Satu hal penyemangat yang sejak dulu saya percayai ketika saya sedang 'jatuh', kalimat yang selalau saya katakan pada diri sendiri, "Sabar sabar sabar, pasti ada kejutan manis menati setelah rasa sakit ini!"
Saya merasa beruntung punya sifat 'nerimo'.. Saya hanya berusaha menjadi orang baik saja, mau berteman dengan siapa saja, berusaha ramah, dan intinya ya itu tadi, menjadi orang baik.
Kembali ke sore itu bersama senior. Beliau mengatakan satu hal yang ia sebut 'Profesional'. Well, itu benar sekali!. Beliau seperti menyentil saya dengan obrolannya sore itu sambil berjalan menuju loby kantor, seperti mengingatkan saya untuk tidak terbawa arus.
Mungkin bahasa saya selama ini terlalu sederhana. Cara sederhana saya hanya berusaha menjadi orang baik, menjadi air yang mengikis batu dan bukan menjadi sesuatu yang mudah terbawa arus. Tapi 'profesional' itu sepertinya lebih tepat digunakan.
Saya harus berterima kasih pada senior saya itu. Beliau sudah mengingatkan saya dan membuat saya menemukan satu sisi positif lagi dari beliau. Meski kadang beliau bisa membuat saya mengkeret, tapi saya tahu beliau adalah sosok yang penyayang dan baik.
dan memang benar kata pepatah, "Tak Kenal Maka Tak Sayang"..
Terima kasih ya bu atas sore yang baik.
Btzrg.
July, 6th 2012
Jumat, 06 Juli 2012
Senin, 02 Juli 2012
Rindu Tanpa Batas Waktu
Air Terjun Benang Kelambu-Lombok Tengah |
Mereka selalu bilang kalau kesabaran itu selalu berbatas.
Tapi kesabaranku untukmu masih belum menemukan ujungnya. Aku masih dengan rasa
sabarku menunggumu dan memelihara rindu ini. Selalu berharap bisa menemukanmu
di tempat ini, Air Terjun Benang Kelambu yang tersembunyi dengan segala keindahnnya
di Lombok Tengah yang tak banyak terjamah.
Disinilah aku hari ini, di tempat yang sama seperti satu
tahun setelah pertemuan kita yang singkat, terlalu singkat bahkan. Jangankan bisa
saling mengetahui nama, sekedar menyapa pun tidak. Tepatnya aku yang tak
menggunakan kesempatan untuk menyapamu karena aku terlalu takut. Aku takut
mengusikmu yang begitu menikmati suasana air terjun sambil bermain-main air dengan
beberapa teman-temanmu. Takut tak lagi bisa menikmati kecantikanmu yang begitu
menyihirku hingga ku hanya memaku memandangimu dari kejauhan. Percikan air yang
mengalir dengan cantik diantara tumbuhan hijau merambat itu seakan ikut
memercikkan sesuatu jauh ke dalam hatiku.
Sejak saat itu hingga detik ini, aku masih tak bisa
menamainya. Aku hanya selalu merasa ingin selalu kembali ke tempat ini, lagi
dan lagi. Jatuh cinta. Ya, rasanya aku sudah jatuh cinta pada tempat ini,
tempat yang selalu membuatku rindu seperti merindukanmu.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Mereka terus bergulir
dan meninggalkanku dengan rindu yang tumbuh makin subur, seperti aliran dari
Rinjani yang membasahi kakiku. Langit mulai gelpa dan jarum di arlojiku pun sudah
menuju angka enam. Aku harus pergi dan membawa pulang lagi rinduku.
“Samudra…” Kakiku baru berdiri dengan sempurna di atas batu
besar yang tadi ku duduki ketika terdengar seseorang menyebut namaku. Aku tak
yakin dengan suara tadi, mungkin hanya salah dengar.
Aku kemudian nyaris terpleset menuruni batu dan bersiap
untuk berjalan meninggalkan air terjun benang kelambu, namun suara yang sama
memanggil namaku lagi. Aku berhenti dan
mengedarkan pandanganku mencari sumber suara namun tak kudapati seorangpun dan
tempat ini mulai sepi. Dan seseorang tiba-tiba sudah muncul di depan mataku
ketika aku berbalik. Dia, perempuan yang kurindukan sejak setahun lalu.
Lagi-lagi aku hanya bisa terpaku dengan bibir seakan
terkunci. Wajah bercahaya di depanku makin melumpuhkanku dengan senyum yang
tercipta di bibirnya. “Samudra…”
Tangannya dengan lembut meraih tanganku dan mengajakku
berjalan. “Mau kemana kita?” tanyaku ketika aku mulai merasa kalau kakiku dan
kakiknya tak lagi menyentuh daratan. Terbang, kami sedang terbang!
Tangannya mengibaskan selendang sutera ungunya ke arah rinai
air terjun. Aku terperanjat ketika air itu aliran air itu terbelah dua seperti
kelambu yang dibuka.
“Muara rindumu yang tanpa batas itu kini di depan matamu,”
katanya. Lalu pandanganku menjadi gelap dan kepalaku mulai terasa berat.
Aroma minyak kayu putih yang begitu kuat menusuk hidungku.
Dengan kepala yang terasa berat, aku memaksa membuka kedua mataku. Beberapa
orang berada di sampingku. Mereka bilang kalau aku terjatuh di dekat bebatuan
tadi.
“Udah sadar? Ini minum dulu,” ucap seseorang yang suaranya tak
asing rasanya di telingaku.
Sebotol air mineral disodorkan padaku. Aku mendongak dan
mendapati wajah yang sama yang mengajakku terbang dan membelah benang kelambu
beberapa menit lalu. Ahh, sepertinya aku masih belum benar-benar terbangun dari
tidurku.
***
Langganan:
Postingan (Atom)