Sabtu, 03 Desember 2011

Mengurai rasa III


Mengurai rasa III (aku suka caramu)

#aku,, mencoba mengurai rasa dari sudut pandang seorang teman..


aku tahu kamu khayalan tingkat tinggi..
aku tahu kamu terlalu sulit diraih..
aku dan kamu,, bagai langit dan bumi..

tapi aku tak menyerah tak peduli apa kata mereka..
aku hanya yakin pada diriku bahwa aku bisa menjadi bagian dari ceritamu..
aku tak terlalu memaksakan tentang inginku..
ku tak peduli berapa kali kau buatku terjatuh..
tak peduli berapa kali kau sayat hatiku..
tak peduli berapa kali kau hancurkan semangatku..
tapi aku selalu bisa bangkit dan kembali dengan keyakinan ku..

aku suka caramu tersenyum
aku suka caramu tertawa
aku suka caramu bicara
aku suka caramu menangis
aku suka caramu marah
aku suka semua caramu
dan aku suka semua tentangmu..



..140511...

Mengurai Rasa II


^Mengurai rasa^

#aku,, dari sudut pandang ..........


Aku,,
Tak pernah mengerti mengapa terlalu sulit rasanya untuk bisa lepas dari semua tentang mu..

Aku,,
Tak pernah mengalami rasa yang sebegitu dalam seperti ini sebelumnya..
Tak pernah aku jatuh cinta yang seperti ini ..
Tak pernah menangis karena rindu yang teramat..
Tak pernah sesulit ini mencari pengganti dirimu..

Hhuaahh..!!
Rasanya muak, terlalu parah..!!
Aku hanya ingin tahu mengapa kau terlalu sulit bagiku..
Mengapa terlalu sulit menjadi milikmu
Mengapa terlalu sulit menggapaimu
Mengapa terlalu sulit melupakannmu
Mengapa terlalu sulit melepasmu..????

Aku hanya ingin bebas..
Bila ternyata kau bukanlah yang ditakdirkan untukku,, aku akan berusaha lebih lagi untuk bisa melepasmu ,, melupakanmu,, dan membiarkan hati ini diisi sosok yang lain..

Aku tak ingin lagi selalu mengharapkan kedatanganmu,, yang akhirnya malah buatku makin kecewa..
Aku tak ingin selalu mengharapkan kau akan tahu isi hatiku..
Aku ingin menjadi aku sebelum mengenal dirimu..


Aku hanya lelaaaaahhh...!!!


..160511..

Mengurai rasa I



#aku,, mencoba mengurai rasa dari sudut pandang seorang teman ..


Tak pernah terlintas sebelumnya,,
Bahwa Tuhan akan menuntun langkahku untuk akhirnya memberi ku kesempatan mengenalmu..
Kau memang tak secantik yang ada di tempat ini..
Tapi kau begitu manis dengan senyum mu..
Membuat jantungku berdetak cepat, membawa ku terbang melesat..
Dan aku seringkali memandangimu dari sudut yang berbeda..
Ahh,, tapi hal bodoh itu mengubah semua..
Dan itu menciptakan jarak antara aku dan kamu..
Semua terasa menyebalkan..
Tapi aku tetap masih dengan rasa yang sama padamu..
Walau sulit untukmu membuka ruang hati untukku..
Dan walau sering hati ini sakit melihat knyataan bahwa kau dengannya..
Setidaknya izinkan aku untuk tetap bisa memandang senyum manismu..
Karena itu, semangat ku..


..280411..


Kamis, 01 Desember 2011

1st day on december

1st day on december..
hhmmmm ... just ONE word for today, that's SURPRISE..!!
hari di kantor sih berjalan seperti biasa tanpa menemui hambatan yang berarti (hallaaahh)!!
tapi makan siang yang seru tadii.. hehehehe..
makan nasi liwet bareng Mba Nur, Ci Nining, Bu Tini, Bu Lina, Wiwin, dan mba Puji, sayang minus Siti..
kenyaaaaang!! hahahahaa...
kerjaan lancaaarrr..
alhamdulillah..

Pulang kerja ternyata cuacanya panas sekaliiii..
sampe rumah ternyata terjadi PERANG..!!
bibir saya jadi korban keganasan adiik saya..
ampe jontor niyh digebuk dia.. ckckckckkk
kacau banget tadii..
bener-bener deh ya tuh bocah..!!

terus dilanjut dengan berangkat kuliah..
NIAT saya udah segunung tinggi..!!
rela menerobos hujan yang derasnya amat sangat!!
tapi karena keadaan saya yg udah basah kuyup meski udah pake jas ujan pun, akhirnya saya memutuskan buat PULANG, padahal kampus udah deket..
tapi saya udah basah kuyup, alhasil dengan berat hati saya putar balik motor buat pulang..
daaaaaaaaaannnnnnnn ternyata eh ternyata,, setelah sampai di rumah, di hape udah ada sms klo kuliah libur mendadak dengan alasan L.U.P.A.!!
wuahh cakep banget dah!!
bener bener SURPRISE..!!

my desember

akhirnya sampai juga di bulan ini. entah harus gimana menyambutnya. Di satu sisi gue seneng karena ini adalah bulan kesukaan gue, bulan dimana gue dilahirkan ke dunia ini (lebai!). Dan yang sedikit membuat gue takut masuk bulan ini di tahun 2011 ini adalah karena di bulan desember tahun ini, gue bakal meninggalkan usia belasan dan itu artinya angka umur gue udah ga ada angka SATU di depannya (ckckc makin lebai), dan mulai desember tahun ini umur gue bakal diawali dengan angka DUA!! kesannya guw udah tua aja gitu. oh ya ampun, ke-parno-an gue emang parah ya?!

But life must go on and on..!!
okay, gue bakal menghadapi semua itu. tantangan hidup yang harus menjadikan gue lebih dewasa. karena gue harus inget dan ngelakuin kata kata yang sering gue ucapkan buat diri gue : "JUST FIGHTING, DEL!! MASALAH HARUS DIHADAPI APAPUN YANG TERJADI, JUST DO THE BEST!! FIGHTING DEDEL!!"

YA YA YA,, emang ga semudah bicara, tapi itulah yang selalu gue ucapkan buat diri gue sendiri saat gue mulai down.belum lagi kalo terbayang kerja keras orang tua, gue makin menguatkan diri buat terus bertahan meski kadang gue sendiri suka ngerasa ga sanggup. tapi yang gue tahu yang gue alami itu ga sekeras dan sesakit yang mereka alami. dan itu jadi semangat buat gue.!!

Desember, yang pasti dan selalu ada di baris pertama di pikiran gue tentang bulan ini adalah "ULANG TAHUN".
pernah beberapa hari lalu waktu gue lagi bengong depan komputer kantor. gue terbayang MAMA yang sering mengajukan buat ngerayain hari lahir gue tsb, entah dengan nasi kuning, selametan, atau yang lainnya. Gue mikir betapa beruntungnya gue, yang udah segede ini masih dipikirin sampe sgitunya, gue jadi inget adek gue pernah nyeletuk : "Ahh, masa kakak terus yang ulang taunnya dirayain."
ckckck,, iyya juga ya..
dan tanpa gue sadari, air mata gue keluar saat itu.
mama, makasih..
mama, love you..

mmuuuuuuuuuuuuaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh......

chocolate in coklat


Dear coklat..

Sebongkah rindu yg masih tertinggal d satu sudut ruang hati..
yg dulu hijaunya tumbuh dari coklatmu..
Yg satu per satu melebur karena hijau dan coklatmu..
Namun ttap saja tak bisa habis hingga waktu entah..


Entah kali ke brapa lg aku mlintasi jejak mu yg tak prnah kudapati akhirnya..


tahukah bahwa sebongkah rindu yg tinggal trlalu lama d satu sudut ruang hati ku tlah melebur lembut..
Kau lebur dgn indah,
Walau tak kudapati satu lengkungan indah yg terukir di coklatmu,
Tp coklatmu tlah mampu mleburnya..
Bukan mnjadikannya abu dan tersapu,
kau buatnya melebur mnjadi air yg mngalir d tiap anak sungai darahku..


Walau kau hijau,
Bagiku kau adalah coklat,
Coklat dalam hijau..
Chocolate in coklat..

A cup of coffe with you (part 1)

Hujan mulai turun dengan derasnya di luar sana ketika aku baru saja mengeringkan tubuhku dari sisa-sisa air hujan dengan handuk kecil berwarna hijau sebelum aku benar-benar membersihkan diri. Entah kenapa saat aku mendekatkannya di wajahku untuk mengeringkan wajahku, sepotong ingatku tentang dia terputar. Aku kemudian duduk di kursi panjang di ruang tamu rumahku dan memandangi handuk kecil itu dengan satu senyum simpul terukir di bibirku.
“Keringin dulu mukanya pake ini,” ucapnya sembari mengeluarkan handuk kecil berwarna hijau dari tasnya dan menyodorkannya padaku.
Aku mendelik. “Enggak mau ah, bau kamu tau..” kataku sambil mengembalikan handuk itu padanya sambil tertawa.
“Lho bau gimana? Wangi gini juga.” Dia mencium handuknya ingin memberitahuku kalau handuk itu tidak bau. “Nih cium deh.” Katanya lagi dan kali ini dia mendekatkan handuk itu ke depan hidungku. “Wangi kan? Hhehee..” 
“Bauuuu…” kataku sambil melempar ke arahnya.
“Wangi, dek.”
“Bau juga, kan abis kamu pake buat ngelap keringet pas latihan.”
“Itu kan pake yang satu lagi.”
“Hahahaa.. masa?” godaku.
“Beneran lho, cium lagi deh.” Sekali lagi dia mendekatkan handuk itu tepat di hidungku. Sebenarnya memang tidak bau, wangi parfumnya bahkan, tapi aku hanya bercanda saja tadi untuk menghangatkan suasana di tengah dinginnya hujan yang semakin deras.
Aku tertawa. “Iya iya wangi,” kataku sambil mengambil handuk itu dan mengeringkan wajahku. Kami saling diam untuk beberapa saat  sampai akhirnya dia beranjak dari tempat kami meneduh dan hanya berkata, ”Tunggu disini bentar ya.”
            Aku mencoba menahannya tapi dia sudah berlari entah kemana dan aku ia tinggalkan bersama orang-orang yang tak ku kenal yang sama-sama sedang meneduh dari derasnya hujan yang mengguyur Bogor sore ini. Aku mendengus kesal karena ditinggal sendiri di tempat ini tanpa tahu dia pergi kemana. Aku merogoh tas milikku mencari ponsel. Kuketik sms ke nomornya untuk menanyakan kemana dia pergi. Lima menit, sepuluh menit, dia belum kembali dan hujan makin deras saja.
            Aku mulai kesal padanya, kukirimi dia satu sms lagi. “Kalau kamu enggak balik dalam waktu lima menit aku pulang sendiri!”
            Tapi tidak sampai lima menit menurut jam tanganku, tiba-tiba ia sudah berdiri disampingku dan aku langsung menoleh ketika mencium satu aroma yang kusuka. Aku melihat lelaki yang tadi baru saja kuancam itu berdiri di sampingku dengan membawa dua buah gelas minuman yang wanginya sangat kukenal. “Nih moccacino kesukaanmu biar ga kesel lagi,” katanya sambil menyodorkan satu gelas moccacino yang masih hangat. “Makasih ya..”jawabku tersipu sambil menerima gelas darinya.
            Kami saling diam beberapa saat. Aku menikmati aroma kopi dari gelasku. Memang belum lama aku menyukai minuman yang kini sangat kusuka aromanya, atau mungkin lebih  tepatnya ketika lelaki di sampingku ini menawarkanku dengan sedikit memaksa tentunya untuk mencoba kopi hitam. Awalnya aku merasa aneh dengan rasa pahitnya dan aku menolak untuk meminumnya lagi. Tak putus asa, dia pun mengganti kopi hitam dengan cappuccino instant dan dia berhasil membuatku jatuh cinta dengan kopi.
            Setelah itu seringkali aku membuat kopi untuk menemaniku mengerjakan tugas-tugas yang kadang kukerjakan sampai larut atau ketika mood-ku sedang tidak bagus. Dia juga seringkali mengajakku menikmati berbagai jenis kopi di berbagai tempat,  bahkan dia sering membawakanku kopi khas dari beberapa daerah jika ia pergi ke luar kota. Aku jadi tahu bagaimana rasanya  kopi Gayo, kopi Linthong, kopi Luwak, dan kopi putih.           
            Rasa kopi dan coklat yang menyatu dalam moccacinoku mampu melumerkan rasa kesalku beberapa menit yang lalu. “Ga jadi pulang sendiri kan?” godanya. Aku tertawa malu. “Bener kan kataku waktu itu?” katanya lagi.
Aku sedikit berpikir, berusaha mengingat kata-kata apa yang dia maksud. “Kata-kata yang mana?”
“Waktu kamu pertama kali nyobain kopi. Inget ga?” Aku menggeleng. “Ah kamu mah kebiasaan deh cepet lupa.”
“Enak aja cepet lupa,”kataku sambil memukul lengannya. “Ga penting kali tuh, jadi ga perlu diinget.”
Dia tertawa. “Ngeles aja kamu.”
“Bajaj kali ah suka ngeles,” balasku. Dia tertawa lagi. Andai dia tahu kalau senyum dan tawanya itu sama seperti wangi kopi yang mampu melumerkan hatiku.
“Masa ga inget sih waktu aku bilang kalau kopi itu seperti cinta.”
Memoriku menemukan kejadian saat ia mengatakan kata-kata itu ketika ia kami minum kopi bersama di teras rumahku. Aku tersenyum dan melanjutkan kalimatnya persis seperti yang ia katakan waktu itu. “Seperti cinta yang menghangatkan dan mampu melebur rasa menjadi lebih indah.”
“Dan kopi itu seperti kamu. Jadi ketika aku kangen kamu, aku akan buat kopi dan menikmatinya untuk menghangatkan hatiku dan melebur rasa kangenku seperti aku udah ketemu kamu.”
“Gombal ah..” kataku dengan tertawa. Dia pun ikut tertawa.
Aku menyeruput lagi moccacino dari gelasku sambil menikmati senyumnya. Kemudian dia beranjak lagi. “Mau kemana lagi?” tanyaku. Dia tak menjawab dan berjalan menghampiri seorang laki-laki yang masih berseragam putih abu. Entah apa yang akan dilakukannya, mereka terlihat berbicara dan kemudian dia memberikan selembar uang kertas kepada anak SMA yang kemudian menyodorkan gitar padanya. Dia kembali ke tempatku sambil membawa gitar.
Aku yang penasaran kemudian bertanya. “Kamu mau ngapain?” tanyaku.
Dia meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya dan kemudian berkata, “Just listen and enjoy it.” Aku menurut saja dan beberapa detik berikutnya jari-jarinya bergerak memetik senar-senar gitar dan dia bernyanyi. Aku tak asing dengan lagu yang dinyanyikannya karena lagu itu memang salah satu lagu kesukaanku. Ingin rasanya aku berteriak dan memeluknya tapi rasanya tak mungkin, dan semuanya aku simpan dalam senyum. Suaranya yang memang bagus makin membuat hatiku bergemuruh hebat. Rasanya hujan yang turun itu bukan berupa air melainkan bunga-bunga yang berwarna-warni dan langit kelabu itu seolah menjadi biru.
Nobody knows just why we’re here
Could it be fate or random circumstance
At the right place, at the right time two roads interwine
And if the universe conspired
T  o meld our lives to make us fuel and fire
Then know where ever you will be, so too shall I be

Close your eyes, dry your tears
            ‘Coz when nothing seems clear
            You’ll be safe here
            From the sheer weight of your doubts and fears
            Weary heart, you’ll be safe here
           
            Remember how we laugh until we cried
            At the most stupid things like we were so high
            But love was all what were on, we belong
            And though the world would never understand
            This unlikely union and why it sill stands
            Someday we will be set free, Pray and believe..
           
            When the light disappears and when this worlds insincere
            You’ll be safe here
            When nobody hears you scream, I’ll scream with you
            You’ll be safe here
            Save your eyes from your tears when everything’s unclear
            You’ll be safe here
            From the sheer weight of  your doubts and fears, wounded heart.
When the light disappears and when this worlds insincere
            You’ll be safe here
            When nobody hears you scream, I’ll scream with you
            You’ll be safe here          
            When no one understands, I’ll believe
            You’ll be safe here

            Dia mengakhiri petikan gitarnya dan melanjutkan lirik terakhir tanpa suara gitar. Dia meraih tanganku, menatap mataku,  dan bernyanyi, “Put your heart in my hand, you’ll be safe here...” Aku tersenyum lebar dan merasa bahagia sekali saat itu. 
            Hujan sudah mulai reda ketika ia mengakhiri lagu milik Rivermaya tersebut, dan anak SMA tadi menghampiri kami. “Maaf mas, gitarnya udah selesai kan?”
            Kami menoleh dan ia melepaskan tangannya dari tanganku. Ia kemudian mengembalikan gitar tersebut ke pemiliknya. “Makasih banyak ya, belajar yang rajin ya,” katanya pada anak SMA itu. “Iya mas, permisi.” Anak itu  pun pergi meninggalkan kami yang masih duduk di depan ruko yang tutup ini. Orang-orang yang tadi sama-sama meneduh bersama kami dan ikut menyaksikan adegan yang menurutku romantis tadi mulai berlalu juga untuk melanjutkan perjalanan. Bahkan beberapa orang menghampiri kami dan memuji apa yang dilakukannya barusan.
            Kami kemudian saling pandang dan tawa pun pecah di antara kami. “Suara kamu bagus, Mas,” pujiku.
            Dia tersenyum dengan lesung pipi di kedua pipinya. “Biasa aja ah, dek,” katanya malu-malu. “Masih kalah sama penyanyi favoritmu.”
            “Tapi makasih banget ya Mas buat kopi, rivermaya dan hari ini,” kataku. “It’s a nice rain with you.”
           
            Sejak saat itu hujan memiliki arti khusus bagiku. Seperti di sore ini ketika hujan turun deras di luar sana, aku menghangatkan hati dan diriku dengan secangkir kopi putih dan lagu Rivermaya yang berjudul you’ll be safe here, sama seperti yang ia lakukan ketika ia rindu padaku. Aku bukannya ingin terlarut dengan kenangan, tapi aku hanya mencoba melebur rasa rinduku pada orang yang telah meninggalkan satu rasa yang mendalam di hatiku. Air mataku terjatuh perlahan tanpa kusadari.
            Ibuku yang ternyata sejak tadi memperhatikanku kemudian menghampiri aku. Dipeluknya aku menangis lagi dan berkata dalam tangis, “Maaf ya Bu, aku masih melakukan ini.” Aku menyeka air mata.
            “Ibu masih maklum, Dis,” jawab Ibu sambil membelai rambutku. “Tapi kamu jangan terlalu lama larut dalam semua itu, kamu harus belajar melepaskan diri dari belenggu masa lalu kamu dengan Henry.”
            Ibu memang benar, aku harus memulai hidupku yang baru tanpa Mas Henry. Aku harus membiarkannya pergi. “Tapi bu, aku mau minta tolong sama Ibu.”
            “Minta tolong apa, Dis?” Tanya Ibu.
            “Besok mau kan antar Dissa ke makam mas Henry?”  pintaku. Ibu tersenyum dan mengangguk setuju. Aku memeluk Ibu lagi dan menata hati serta menguatkan hatiku untuk mengunjungi tempat terakhir Mas Henry, tunanganku yang meninggal saat menjalankan tugasnya sebagai seorang Tentara Nasional Indonesia  di daerah konflik satu tahun lalu.
            I’ll always love rain and a cup of coffee with you.
            And you’ll be safe here.
*****